Ada Apa dengan Evaluasi ?
Shita Dewi(1*)
(1) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Evaluasi merupakan salah satu kata yang paling sering disebut-sebut dalam pembahasan tentang perencanaa, kebijakan mau pun implementasi program. Namun seberapa sering sebenarnya ‘evaluasi’ dilakukan? Apakah cara evaluasi yang digunakan sudah tepat untuk mengukur kinerja yang diharapkan? Apakah hasil evaluasi sungguh-sungguh dimanfaatkan untuk kepentingan perencanaa, kebijakan dan imlementasi program selanjutnya?
Evaluasi muncul sebagai konsep untuk menjelaskan pentingnya informasi yang dikumpulkan secara sistematis untuk memberi masukan dan umpan balik bagi suatu program atau kebijakan. Kuncinya adalah “sistematis” dan “memberi masukan dan umpan balik”. Tidak soal bagaimana metode evaluasi yang digunakan, ia hanya akan berarti bila berhasil memberi masukan dan umpan balik yang berguna untuk perbaikan perencanaa, kebijakan, program mau pun implementasinya.
Terdapat beberapa strategi evaluasi yang dapat dipilih, misalnya evaluasi dengan model scientific- experiment, model management-oriented system, model qualitative anthropological, dan model participant- oriented. Adakah strategi yang lebih baik antara satu dan lainnya? Tentu saja tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Namun pada umumnya, kebanyakan orang menggunakan kombinasi dari dua atau lebih dari strategi-strategi yang tersedia, karena masing-masing menawarkan keunggulan yang bisa berguna bagi evaluasi yang akan dilakukannya.
Kita memahami dua tipe evaluasi yaitu evaluasi formative dan evaluasi summative yang secara sederhana dibedakan dari kapan evaluasi tersebut dilakukan. Beberapa contoh evaluasi formative adalah need assessment, implementation evaluation atau process evaluation. Sementara beberapa contoh evaluasi summative adalah outcome evaluation, cost-effectiveness dan meta analysis.
Artikel-artikel terpilih pada edisi ini semuanya mengusung tema evaluasi, yang dilakukan dengan berbagai cara. Evaluasi yang dilakukan mencakup evaluasi terhadap manajemen pengelolaan dana, evaluasi mutu pelayanan tertentu di rumah sakit, evaluasi program berbasis masyarakat, evaluasi persepsi terhadap paket pembayaran yang diterima, evaluasi pengelolaan sampah sampai evaluasi penanggulangan outbreak infeksi. Ini membuktikan bahwa evaluasi dapat dilakukan untuk segala hal dan dalam berbagai bentuk dan pendekatan. Namun pertanyaan selanjutnya adalah: seberapa banyak dampak yang dihasilkan dari hasil evaluasi ini terhadap perbaikan perencanaan, kebijakan, program mau pun implementasinya di masing-masing kasus yang diangkat? Hal ini tentu saja tergantung pada validitas evaluasi yang dilakukan dan kemampuan penelitinya menterjemahkan dan mengkomunikasikan hasil evaluasi ini menjadi usulan praktis yang diterima oleh pengambil keputusan. Proses “menterjemahkan dan mengkomunikasian” inilah yang memerlukan perhatian lebih lanjut dari peneliti.
Jelas bahwa kecakapan melakukan evaluasi saja tidak cukup. Kecakapan melakukan evaluasi dapat ditempa dari pengalaman melakukan berbagai jenis evaluasi, jadi jangan membatasi diri dengan hanya terpaku pada satu metode evaluasi. Namun kecapakan menterjermahkan dan mengkomunikasikan hasil evaluasinya sehingga menjadi masukan yang berguna dan dipakai oleh pengambil keputusan merupakan kecakapan yang perlu kita mulai bangun dengan memiliki strategi komunikasi dan advokasi yang mumpuni.
Selamat membaca.
Shita Dewi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Keywords
DOI: https://doi.org/10.22146/jkki.v6i1.28999
Article Metrics
Abstract views : 1681Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2017 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI [ISSN 2089 2624 (print); ISSN 2620 4703 (online)] is published by Center for Health Policy and Management (CHPM). This website is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. Built on the Public Knowledge Project's OJS 2.4.8.1.
View My Stats