Catatan Akhir Tahun Sektor Kesehatan
Shita Dewi(1*)
(1) Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
(*) Corresponding Author
Abstract
Harapan Indonesia untuk mencapai jaminan kesehatan semesta pada tahun 2019 memerlukan upaya untuk membangun lebih lanjut berdasarkan kemajuan sektor kesehatan Indonesia saat ini dan membuat perbaikan di tiga dimensi utama yang umum digunakan dalam system jaminan kesehatan semesta, yaitu cakupan populasi, cakupan pelayan- an, dan cakupan biaya. Tujuannya untuk memasti- kan bahwa seluruh masyarakat Indonesia dapat menggunakan pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan layanan kesehatan paliatif yang mereka butuhkan, dan bahwa layanan ini memenuhi kualitas tertentu yang efektif, dan juga memastikan bahwa penggunaan layanan ini tidak mengakibatkan pengguna mengalami kesulitan keuangan. Penye- diaan layanan dan kesiapan sisi penawaran adalah elemen sistem kesehatan mendasar dan penting untuk pada akhirnya meningkatkan luaran kesehatan dan mendukung pengembangan sumber daya manu- sia, hal-hal yang merupakan pendorong utama untuk pertumbuhan ekonomi.Cakupan asuransi kesehatan di Indonesia telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, yaitu dari 27% pada tahun 2004, menjadi 65% pada tahun 2012. Di sisi pena- waran, jumlah rumah sakit naik hampir dua kalilipat, yaitu dari 1,246 pada tahun 2004, menjadi sekitar 2,228 pada tahun 2013, dan lebih dari setengahnya adalah swasta. Jumlahpuskesmas juga meningkat dari 7.550 pada tahun 2004, menjadi 9.654 pada ta- hun 2013, dan sebagai hasilnya ketersediaan tempat tidur rawat inap per kapita meningkat dari 7,0 menja- di 12,6 per 10.000 penduduk. Tingkat pemanfaat- an rawat jalan dan rawat inap telah terus meningkat, terutama di kelompok 40% terbawah dari populasi, dan hal ini semakin terjadi di fasilitas swasta. Ke- siapan pelayanan umum di fasilitas kesehatan telah menunjukkan peningkatan. Sekarang lebih dari 90% dari puskesmas telah memiliki listrik, kamar konsul- tasi pasien dengan privasi wicara dan privasi visual, timbangan untuk orang dewasa, stetoskop, alat te- kanan darah, alat suntik sekali pakai/auto-disable, solusi rehidrasi oral, dan parasetamol. Ketersediaan layanan khusus juga telah meningkat, karena hampir semua puskesmas, 65% dari klinik swasta, dan sekitar 60% dari posyandu menyediakan layanan antenatal. Sekitar 74% dari puskesmas menyedia- kan layanan KB, 86% menyediakan layanan imuni- sasi, 66% menyediakan layanan preventif dan kuratif untuk anak, 76% menyediakan layanan diabetes, 73% menyediakan layanan penyakit pernapasan kro- nis, dan sekitar 81% menyediakan layanan kardio- vaskular.
Namun, seperti kita ketahui, Indonesia tidak “on- track” untuk beberapa indikator MDG. Selain itu, Indo- nesia terus memperlihatkanbesarnya kesenjangan geografis dan kesenjangan luaran kesehatan yang terkait dengan kesenjangan pendapatan. Misalnya, data provinsi menunjukkan kisaran kesenjangan dua sampai tiga kali lipat dalam angka kematian bayi. Beberapa peningkatan yang telah dialami Indonesia ternyata masih berada di bawah standar. Misalnya, rasio kepadatan tempat tidur yang saat ini 12,6 per 10.000 penduduk masih jauh di bawah rekomendasi dan standar WHO yaitu 25 per 10.000. Maldistribusi juga merupakan masalah, ditunjukkan oleh adanya perbedaan rasio kepadatan tempat tidur antar provinsi hingga empat kali lipat. Meskipun di Indonesia jarak rata-rata ke fasilitas kesehatan hanya 5 km, namun di provinsi-provinsi seperti Papua Barat, Papua, dan Maluku jarak rata-ratanyaternyata jauh lebih tinggi, yaitu lebih dari 30 km. Sementara itu, lebih dari 18% penduduk Indonesia membutuhkanwaktu lebih dari satu jam untuk mencapai rumah sakit umum (meng- gunakan sarana transportasi apa pun). Walau pun akses ke puskesmas lebih mudah karena hanya 2,4% dari populasi yang membutuhkan waktu lebih dari satu jam untuk mencapai puskesmas, tetapi pro- porsi dari populasi secara nasional yang menghadapi tantangan waktu tempuh ini jauh lebih tinggi di Papua (27,9%), Nusa Tenggara Timur (10,9%), dan Kaliman- tan Barat (10,9% ). Tingkat pemanfaatan masih tetap sangat rendah menurut standar global dan masih ada kesenjangan besar antar provinsi. Tingkat pe- manfaatan rawat inap di Indonesia yaitu 1,9% adalah kurang dari seperlima dari patokan yang diusulkan WHO,yaitu 10 kepulangan pasien (discharges) per 100 penduduk, dan ada perbedaan antar provinsi hingga lima kali lipat dalam hal ini. Kesiapan layanan umum puskesmas masih lemah di banyak dimensi dan ada variasi yang luasantar provinsi, dengan skor yang lebih rendah terutama di beberapa provinsi-pro- vinsi bagian timur Indonesia seperti Papua, Maluku, Papua Barat, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara. Akses puskesmas ke komunikasi rujukan penting dan sistem transportasi sangat lemah. Banyak tan- tangan terkait dengan ketersediaan layanan khusus dan kesiapan layanan khusus di puskesmas untuk beberapa kategori pelayanan kesehatan, misalnya sehubungan dengan pelayanan keluarga berencana, pelayanan antenatal, pelayanan kebidanan dasar, imunisasi rutin, malaria, TBC, diabetes, bedah dasar, transfusi darah, dan bedah komprehensif.
Hal-hal di atas menjadi tantangan saat ini dan ke depan, khususnya karena bahkan di era pembia- yaan jaminan kesehatan semesta pun beberapa fakta mendasar tidak berubah. Pada tahun 2012, angka belanja kesehatan publik di semua tingkat pemerintahan hanya sekitar 1,2% dari PDB. Ini ada- lah rasio angka kesehatan belanja terhadap PDB kelima terendah dunia. Alokasi untuk kesehatan biasanya kurang dari 5% dari anggaran pemerintah pusat dalam beberapa tahun terakhir, jauh lebih rendah dibandingkan alokasi pendidikan dan hanya hampir sepertiga dari alokasi subsidi BBM. Dari perspektif tata kelola dan manajemen keuangan publik, desentralisasi kesehatan diikuti oleh arus pembiayaan kesehatan menjadi jauh lebih kompleks dan sulit untuk dikelola, ditandai dengan adanya berbagai saluran pembiayaan pemerintah vertikal, masing-masing dengan aturan dan prosedur yang berbeda. Pengawasan pemerintah terhadap sektor swasta tetap terbatas meskipun jumlah penyedia swasta terus meningkat, dan hanya sedikit yang diketahui mengenai jumlah dan distribusi layanan swasta, serta cakupan dan kualitas layanan mereka Edisi kali ini menyuguhkan beberapa potret dari beberapa tantangan di sektor kesehatan yang masih tersisa untuk dibenahi. Beberapa artikel menyoroti mengenai tantangan di sisi penawan, misalnya me- ngenai ketersediaan tenaga spesialis di rumah sakit, dan bagaimana dampak ketidaksiapan fasilitas kesehatan terhadap pembiayaan kesehatan di bawah system jaminan kesehatan semesta. Selain itu, ada pula potensi fraud yang perlu diwaspadai dalam hal pembiayaan jaminan kesehatan semesta. Beberapa artikel lain menyoroti bahwa proses membuat dan menjalankan kebijakan untuk menjalankan program kesehatan tidak selalu mudah dan belum optimal. Artikel lain membahas bagaimana unit pelayanan kesehatan swasta pun memiliki potensi peran yang besar dalam system jaminan kesehatan semesta dan perlu mendapat dukungan pemerintah.
Tahun 2014 dimulai dengan diluncurkannya sys- tem Jaminan Kesehatan Nasional yang menerbitkan harapan baru. Mari kita tutup tahun 2014 dengan harapan pula bahwa di tahun-tahun selanjutnya In- donesia di bawah pemerintahan yang baru terus membangun keberhasilan sektor kesehatan dan berhasil mengatasi satu persatu tantangan yang masih tersisa.
Selamat membaca.
Shita Dewi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.22146/jkki.36384
Article Metrics
Abstract views : 1156 | views : 854Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2014 Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia : JKKI [ISSN 2089 2624 (print); ISSN 2620 4703 (online)] is published by Center for Health Policy and Management (CHPM). This website is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License. Built on the Public Knowledge Project's OJS 2.4.8.1.
View My Stats