Jurnal Pancasila
https://journal.ugm.ac.id/pancasila
<p>Jurnal Pancasila merupakan jurnal ilmiah yang terbit dua kali dalam satu tahun dan berfokus pada kajian ideologi, Pancasila, dan kebangsaan. Isu-isu lain juga menjadi fokus perhatian, antara lain demokrasi, hak asasi manusia, keadilan sosial, ekonomi, politik, hukum, tata negara, etika, Filsafat, dan budaya.</p><p> Jurnal Pancasila diterbitkan oleh Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada.</p><p><strong><a href="https://drive.google.com/file/d/1HhMM5uUUU7OAvLdRKVOsw9-CLKlcukrh/view?usp=sharing">Author Guidelines</a></strong> | <strong><a href="https://docs.google.com/document/d/1WuDWB45xqZJ_hzVjXPYlI9vUu0ndiXZD/edit?usp=sharing&ouid=104101671391247481761&rtpof=true&sd=true">Article Template</a></strong> | <strong><a href="/pancasila/about/submissions#onlineSubmissions">Paper Submission</a></strong></p>Pusat Studi Pancasila UGMen-USJurnal Pancasila2776-0774<ul><li><span class="tlid-translation translation"><span title="">Hak cipta artikel yang diterbitkan oleh JP dimiliki oleh masing-masing penulis. JP berhak mendapatkan hak sebagai penerbit asli dan mendapatkan hak komersial. </span></span></li><li><span class="tlid-translation translation"><span title="">Setiap orang bebas </span></span><span class="tlid-translation translation"><span title="">bebas menyalin, mengubah, atau mendistribusikan kembali artikel untuk tujuan apa pun yang sah. Jika melakukan hal tersebut maka harus mencantumkan nama penulis, penerbit, dan menyatakan telah melakukan perubahan.</span></span></li></ul><p><span class="tlid-translation translation"> <span title=""><br class="tlid-translation translation" /></span></span></p>Di Abad Ke-21: Pancasila Apa Masih Diperlukan?
https://journal.ugm.ac.id/pancasila/article/view/80122
<p><em>This essay wants to show that Indonesia’s state philosophy Pancasila is not only not out of date, but can be the basis of the strong ethical commitments that have to be given if Indonesia wants to handle the extremely serious challenges of the 21st century. The essay points out that humankind faces five life-or-death challenges: the growing crisis of democracy, ideology - mostly religion - based extremism, the sinking of parts of humankind into destitution, the collapse of our natural environment, and artificial intelligence. Indonesia herself is challenged by religious radicalism, vertical splitting between the prospering upper society and the rest that feels left behind, and the sinking of her democracy into corrupt oligarchy. This essay argues that these challenges can only be successfully faced if Indonesia takes ethical commitments that are not negotiable. In order to show that these commitments should be based on Pancasila the essay first explains how at Indonesia’s beginning Pancasila succeeded in solving the most serious challenge Indonesia faced: How to unite her hundreds of ethnic, cultural and religious communities. With Pancasila Indonesia based herself on the fundamental social-ethical convictions these communities owned together. But Pancasila not only expresses the traditional values of Indonesia’s communities, but, and this is crucial, is open for the five most fundamental convictions of post-traditional political ethics: Religious freedom, fundamental human rights, nation state, democracy and social justice. The now critical demand that we should live in a way that does not destroy nature can be accomodated in the second principle of Pancasila, ”just and civilized humanism”: We should behave in a civilized way not only towards other humans, but also towards nature. The essay then specifies what commitments are implicated by Pancasila. Keeping to these commitments the challenges of the 21th century can be handled.</em></p><p> </p>Franz Magnis Suseno
Copyright (c) 2022 Jurnal Pancasila
2022-12-262022-12-2632112Pancasila dan Politik Emansipasi: Problematisasi Politik Identitas Menuju Pemilu 2024
https://journal.ugm.ac.id/pancasila/article/view/79923
<p>Tulisan ini memeriksa kembali hubungan antara Pancasila, politik identitas dan demokrasi elektoral yang mengarakterisasi wacana Pemilu/Pilpres 2014 dan 2019. Dipandu Analisis Hegemoni dan Demokrasi Agonistik, penulis melacak efek diskursif neoliberalisme terhadap tafsir Pancasila melalui kekuatan ‘Nasionalis-Moderat’ dan kekuatan ‘Islamis-Radikal’. Argumen utama adalah bahwa kedua artikulasi identitas kebangsaan melalui perdebatan tentang Pancasila terbangun dalam paradigma liberal tentang hubungan negara dan agama yang mengabaikan dimensi emansipatoris Pancasila sebagai praksis ideologi dekolonial bagi Indonesia poskolonial. Memulihkan kembali dimensi emansipatoris Pancasila dan politik Islam untuk keadilan menjadi keniscayaan demokrasi terkini menuju Pemilu/Pilpres 2024 yang berkualitas sekaligus uji petik terdekat bagi agenda proyeksi geopolitik nasional dalam dinamika kontestasi superpower menuju Indonesia Emas 2045. </p><p> </p>Arie Sujito
Copyright (c) 2022 Jurnal Pancasila
2022-12-262022-12-26321332Manusia Fundamental Pancasila Driyarkara Dan Tantangan Membangun Demokrasi Di Indonesia
https://journal.ugm.ac.id/pancasila/article/view/79621
<p><em>Man in Driyarkara's view is a human concept based on the basic view of Pancasila called a man a fundamental human view. Driyarkara distinguishes the physical and psychological views of the human being and then comes to the fundamental human view. A fundamental human view is a view of man that lists essential human patterns called the image of a man or the idea of a man. to apply human beings fundamentally, it must go through a pattern of relationships between people that is adjusted to the principles of justice and cooperation. This is very needed for our country to build a better democracy. The purpose of this study is to try to analyze the challenges of democracy using the fundamental human concept of Driyakarta. This article tries to offer an alternative to how to address various democratic issues with qualitative research patterns and some methodical elements; First, the analysis is used to critically look at the challenges of democracy. Second, hermeneutics is a method to interpret the various meanings behind the democratic, social, political, and human rights problems faced in Indonesia as the core values of Pancasila. The two methodical elements are then used by the author to answer the essential needs related to strengthening democracy and the application of Pancasila in Indonesia.</em><em></em></p>Agus Sutono
Copyright (c) 2022 Jurnal Pancasila
2022-12-262022-12-26323346Pancasila, Kebebasan Beragama/Berkeyakinan, Dan Tantangan Politisasi Identitas Dalam Tata Kebinekaan Indonesia
https://journal.ugm.ac.id/pancasila/article/view/79676
<p>Artikel pendek ini bertujuan untuk memaparkan mengenai tantangan Pancasila dan politisasi identitas sebagai tantangan bagi tata kebinekaan Indonesia. Secara lebih spesifik kajian dalam artikel ini bertujuan untuk: 1) mengulas bagaimana Pancasila mengafirmasi kebebasan beragama/berkeyakinan, 2) menganalisis kondisi kebebasan beragama/berkeyakinan di Indonesia sebagai penanda tingkat ketegangan dalam interaksi antar identitas keagamaan serta potret intoleransi di kalangan pelajar untuk memproyeksi ruang potensial bagi politisasi identitas, dan 3) menelaah pemaknaan atas kondisi kebebasan beragama/berkeyakinan dan potret intoleransi di kalangan pelajar dalam perspektif politisasi identitas sebagai tantangan dalam tata kebinekaan Indonesia. Artikel ini ditulis dengan metode <em>desk study </em>secara kualitatitatif. Ulasan dalam artikel ini menyimpulkan: <em>Pertama, </em>Pancasila memberikan afirmasi bagi kebebasan beragama/berkeyakinan, termasuk dalam peraturan perundang-undangan berupa Undang-Undang dan peraturan turunan lainnya. <em>Kedua, </em>potret penguatan politik identitas keagamaan diindikasikan dengan tingginya pelanggaran KBB dan penguatan resistensi terhadap identitas keagamaan yang berbeda <em>(liyan) </em>dalam isu-isu politik dan publik. Sementara<em> </em>ruang masa depan bagi terjadinya politisasi identitas terbuka lebar, yang diindikasikan oleh potret intoleransi di kalangan anak muda berbasis sekolah. Kecenderungan umum yang berkembang, semakin kental nuansa politik sebuah isu keseharian yang dihadapi oleh para pemuda, maka akan semakin terjadi pengentalan identitas pada yang bersangkutan dan semakin kuat penolakan mereka atas identitas yang berbeda. <em>Ketiga, </em>politisasi identitas keagamaan merupakan strategi machiavellis yang buruk dalam meraih kekuasaan dalam politik elektoral. Selain itu, politisasi identitas keagamaan juga mengancam integrasi nasional melalui fragmentasi dan polarisasi politik. Sebagai tantangan dalam merawat kebinekaan dan membangun inklusi politik demokratis, politisasi identitas keagamaan harus direspons dengan pelaksanaan dua agenda makro yaitu kultural dan struktural. Agenda-agenda kultural lebih banyak berkaitan dengan masyarakat dan ruang-ruang interaksi kebudayaan antar kelompok masyarakat, sedangkan struktural berkaitan dengan peran-peran negara sebagai agen kunci politik kebinekaan dalam sistem politik demokratis. </p>Hendardi Hendardi
Copyright (c) 2022 Jurnal Pancasila
2022-12-272022-12-27324764Politik Sosio-Nasionalisme Sukarno dan Kebangsaan Progresif
https://journal.ugm.ac.id/pancasila/article/view/79636
<p>Pemikiran tentang kebangsaan Indonesia adalah ibarat Mutiara dari rangkaian solid dari ajaran politik Sukarno yang apabila dipadatkan terangkum dalam gagasannya tentang Pancasila. Dalam konsepsi teoritik ajaran Sukarno perihal Marhaenisme maka konsepsi kebangsaan Sukarno yang terhubung dengan internasionalisme menjiwai landasan filosofis dari Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab beserta Sila Persatuan Indonesia dalam dasar negara Pancasila. Artikel ini akan menguraikan tentang konsepsi-konsepsi teoritik dari faham kebangsaan dari Sukarno dan mengulas kekuatan dari gagasan itu sebagai artikulasi dari faham kebangsaan progresif di Indonesia </p>Airlangga Pribadi Kusman
Copyright (c) 2022 Jurnal Pancasila
2022-12-272022-12-27326579