187
Sri Hapsari Wijayanti & Yohanna Claudia Dhian - Kecenderungan Siswa SMA di Bekasi
HUMANIORA
VOLUME 24 No. 2 Juni 2012 Halaman 187 - 200
* Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta
** Jurusan PGSD, FKIP Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya, Jakarta
KECENDERUNGAN SISWA SMA DI BEKASI
DALAM MEMILIH TOPIK ESAI DITINJAU
DARI PERSPEKTIF GENDER
Sri Hapsari Wijayanti* & Yohanna Claudia Dhian**
ABSTRACT
The relationship between gender and language style has attracted a lot research. This study aims
to examine the extent to which high school students in Bekasi, West Java, understand essays and what
topics attract them most. The data consist of essays written by 136 students from 3 high schools (3
private high schools and 3 public high schools). In addition, they also include questionaire responses,
interviews and direct observation. The results indicate that high school female students in Bekasi, like
their male counterparts, choose not only personal topics but also public topics. Both male and female
students tend to write essays whose topics are social issues (47%), information technology (14%),
personal matters (12%), nationalism (6%) and health (5%). Female students prefer social issues
whereas male students prefer information technology. Female students tend to express their feelings
openly than male students do.
Keywords:
gender, essay, writing, topic, discourse
ABSTRAK
Gender dan bahasa lisan atau tulis sudah banyak diungkap memiliki hubungan yang signifikan.
Penelitian ini mengamati (a) sejauh mana siswa SMA laki-laki dan perempuan di Bekasi memahami
esai serta (b) kecenderungan pemilihan topik dari segi gender. Data penelitian berupa esai yang ditulis
136 siswa/i dari 6 SMA (3 SMA negeri dan 3 SMA swasta) di Bekasi, Jawa Barat. Selain melalui tes
menulis, pengumpulan data juga dilakukan melalui wawancara, kuesioner, dan pengamatan langsung.
Penelitian yang dilakukan secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif ini mengungkap bahwa topik yang
dipilih siswa perempuan tidak terbatas topik personal, tetapi juga topik publik, sama dengan laki-laki.
Baik laki-laki maupun perempuan cenderung menulis esai dengan topik masalah sosial (47%), teknologi
(14%), personal (12%), nasionalisme (6%), dan kesehatan (5%). Siswa perempuan menyukai topik
seputar masalah sosial, sedangkan siswa laki-laki menyukai masalah teknologi informatika/komunikasi.
Perempuan juga lebih terbuka mengungkap perasaan di dalam menulis daripada laki-laki.
Kata Kunci:
gender, esai, menulis, topik, wacana
Humaniora, Vol. 24, No. 2 Juni 2012: 187 - 200
188
PENGANTAR
Hampir di setiap bidang kehidupan, perem-
puan dapat melakukan pekerjaan laki-laki, dari
yang mengandalkan pikiran hingga kekuatan
tenaga, sedangkan laki-laki belum tentu dapat
melakukan hal serupa. Laki-laki dan perempuan
yang berbeda secara kodrati menggugah para
ilmuwan, dari antropolog, sosiolog, psikolog, tidak
kecuali linguis, untuk mengamati perilaku ber-
bahasa mereka. Semula penelitian terbatas pada
struktur dan sistem bahasa sebagai variabel
tersendiri. Dalam perkembangan selanjutnya,
para pakar dari berbagai bidang ilmu, seperti
antropologi, etnografi, dan linguistik mengaitkan
pemakaian bahasa dengan konteks sosial
budaya dan pengguna bahasa.
Satu stereotipe yang beredar di masyarakat
adalah perempuan lebih banyak berbicara
daripada laki-laki. Mereka berbicara ihwal topik
personal, seperti keluarga, sahabat, emosi;
sebaliknya, laki-laki menyukai topik publik atau
impersonal, seperti olahraga, politik, atau masalah
faktual lainnya (Kipers, 1987; Tannen, 1993;
Wareing, 1999). Dalam penelitiannya, Kramer
(1974 dalam Wardhaugh, 1998) mengamati laki-
laki berbicara dua kali lebih banyak daripada
perempuan dalam kolom kartun majalah
The New
Yorker,
dan laki-laki lebih terus terang dalam
berbicara. Laki-laki menyukai topik bisnis, politik,
hukum, pajak, dan olahraga, sedangkan perem-
puan memilih masalah sosial, buku, makanan dan
minuman, kehidupan, dan gaya hidup. Di samping
itu, perempuan dapat mengungkapkan perasaan
dengan lebih baik daripada laki-laki saat mereka
berbicara (McCormick dalam Mey, 1998).
Dalam berbahasa tulis, laki-laki dan perem-
puan juga menunjukkan perbedaan yang berarti.
Stalnaker (dalam Roen dan Donna M. Johnson,
1992), misalnya, menyebutkan bahwa perempuan
tingkat SMA lebih baik dalam menulis esai
berbahasa Inggris. Perempuan juga lebih cakap
dalam menulis makalah, sedangkan laki-laki lebih
baik dalam menulis fiksi humor. Lebih dari itu,
perempuan menyukai menulis yang berfokus
pada perasaan dan pikiran tentang pengalaman,
sedangkan laki-laki berfokus pada penyampaian
pesan (Roen dan Donna M. Johnson, 1992).
Bahkan, Darmojuwono (2000) mengatakan
bahwa perempuan menulis secara lebih terbuka,
tidak malu-malu dalam meng-ungkapkan
problema pribadi dan perasaan. Perempuan juga
cenderung menggunakan peranti pemagaran
(
hedging
) lebih sering sebagai tanda keragu-
raguan, ketidakyakinan di dalam skripsi (Supriyati,
2002; Safnil, 2003).
Penelitian di atas memperlihatkan bahwa
para ahli melaporkan perempuan lebih terampil
dalam berbahasa, baik berbicara maupun me-
nulis. Perempuan mempunyai kekhasan dalam
berbicara, lebih mendominasi pembicaraan, dan
apa yang dibicarakan tidak penting. Dalam
kemampuan menulis, perempuan lebih terus
terang dan berani mengungkap perasaan.
Penelitian ini mendeskripsikan pemakaian
bahasa tulis siswa SMA laki-laki dan perempuan
di Bekasi, Jawa Barat. Secara khusus penelitian
ini bertujuan untuk (a) membahas sejauh mana
siswa SMA di Bekasi memahami pengertian esai
dan (b) mengidentifikasi topik esai yang dipilih
dan diungkapkan siswa laki-laki dan perempuan.
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi kajian
gender dan wacana tulis yang di Indonesia masih
belum banyak dilakukan.
Pengajaran esai telah diberikan di SMA,
tetapi tidak mendalam, dan biasanya ber-
sandingan dengan kritik dalam pelajaran bahasa
Indonesia di SMA (wawancara dengan guru
bahasa Indonesia di SMA swasta). Esai kerap
diujikan dalam ujian nasional bahasa Indonesia.
Esai merupakan keterampilan dasar untuk
menulis bentuk tulisan yang lebih panjang seperti
artikel ilmiah dalam dunia akademik (Kalidjernih,
2010). Struktur esai terdiri atas tiga bagian, yaitu
paragraf pendahuluan (yang diakhiri dengan
kalimat tesis), paragraf isi, dan paragraf penutup
(Langan, 2001; Brannan, 2002; Blanchard, 2004;
Oshima dan Ann Hoque (2006).
Banyak peneliti mengaitkan esai dengan
gender. Stalnaker dalam Roen dan Donna M.
Johnson (1992), misalnya, menemukan bahwa
dalam esai berbahasa Inggris yang ditulis pelajar
SMA, perempuan lebih cakap dalam menulis.
Temuan tersebut mendukung Maccoby dan
Jacklin (1974) dalam Roen dan Donna M.
189
Sri Hapsari Wijayanti & Yohanna Claudia Dhian - Kecenderungan Siswa SMA di Bekasi
Johnson (1992:438) yang mengungkapkan
bahwa sebenarnya dalam kemampuan verbal
perempuan lebih mahir sejak berusia sepuluh
tahun bahkan hingga perguruan tinggi.
Dukungan atas temuan tersebut juga
dikemukakan dalam
National
Assessment of
Educational Progress/NAEP
(1980 dalam Roen
dan Donna M. Johnson, 1992:438). Di sini
ditemukan bahwa perempuan pada usia 9, 13,
dan 17 tahun (masing-masing dari penelitian
tahun 1969, 1974, dan 1979) menulis lebih baik
daripada laki-laki untuk jenis tulisan narasi,
persuasi, dan eksposisi. Laki-laki justru lebih baik
dalam menulis fiksi humor.
Dari studi kasus terhadap delapan pelajar
kelas XII (lima perempuan dan tiga laki-laki),
dilaporkan bahwa perempuan menyukai menulis
dengan
reflexive mode
yang berfokus pada
perasaan dan pikiran tentang pengalaman. Laki-
laki, sebaliknya, menyukai gaya
extensive mode
yang berpusat pada penyampaian pesan atau
komunikasi dengan orang lain (Roen dan Donna
M. Johnson, 1992).
Laki-laki dan perempuan bukan saja berbeda
dalam gaya menulis, melainkan juga pilihan topik
yang diminati dan sktruktur bahasa (Cameron,
1998:70). Manuputty (2009) mengamati ada
tidaknya pengaruh gender pada kemampuan
berbahasa Indonesia dan topik-topik yang dipilih
siswa. Kepada 25 siswa Madrasah Tsanawiyah
di Kabupaten Barru (13 perempuan dan 12 laki-
laki), Manuputty mengajukan lima topik seputar
hari besar di Indonesia. Ternyata perempuan
menyukai topik berkenaan dengan perempuan,
yaitu hari Ibu dan hari Kartini. Adapun laki-laki
mendominasi topik perjuangan dan nasionalisme,
seperti hari Proklamasi Kemerdekaan, Pen-
didikan, dan Kebangkitan Nasional.
Yuliana dan Rica S.W. Goeridno (2002) juga
melihat ada perbedaan antara tulisan jurnalis laki-
laki dan perempuan mengenai satu topik berita
yang sama. Jurnalis perempuan dan laki-laki
memiliki perbedaan dalam memilih
angle
suatu
kejadian yang hendak diberitakan sehingga
output
yang ditulisnya pun berbeda. Perbedaan
itu tercermin dalam penggunaan diksi, penekanan
kalimat, penunjukan emosi, penggunaan adjektiva
kosong, penulisan bentuk verba standar,
inten-
sifier
, istilah,
hypercorrect grammar,
dan
pengembangan topik. Bentuk-bentuk itu lazim
ditemukan dalam tulisan jurnalis perempuan.
Jurnalis perempuan lebih menekankan empati,
seperti dalam ungkapannya mengenai pertunjuk-
an balet:
Uniknya, teknik Vaganova style bisa
dikolaborasikan ...
;
Sayangnya, dari segi
penampilan ...,
sedangkan jurnalis laki-laki
mengungkapkannya dengan cara berbeda:
Ramai-ramai pelajari balet Rusia
.
Peneliti lain, Waskita (2008), mengamati
tulisan akademik ESL dari siswa di
University of
Melbourne
. Ia menemukan ada hubungan
signifikan antara tulisan laki-laki dan perempuan
dalam tiga aspek. Pertama, struktur kalimat
perempuan lebih kompleks daripada laki-laki.
Kedua, perempuan menggunakan lebih banyak
parafrasa daripada kutipan langsung. Ketiga,
perempuan menyajikan kalimat tesis dengan
pemagaran (
hedging
) dan mengembangkan
organisasi argumen dengan lebih baik daripada
laki-laki. Waskita bersimpulan bahwa karakteristik
itu membuat perempuan memiliki kemampuan
yang lebih tinggi dalam menulis akademik.
Kemampuan menulis perempuan juga
dibuktikan dalam iklan jodoh dan teks sastra. Di
sini perempuan mengungkapkan pikiran dan
perasaan secara blak-blakan, lugas, terbuka
dalam menyinggung problem yang sensitif
(seperti seks dan perceraian) (Darmojuwono,
2000; Suroso, 2002).
Dalam pembelajaran di kelas, Caudery
(1990) menemukan bahwa alokasi waktu yang
diberikan untuk menulis esai tidak memengaruhi
nilai dibandingkan esai yang ditulis tanpa dibatasi
waktu. Artinya, tidak ada perbedaan nilai yang
signifikan antara siswa yang menulis esai dalam
batas waktu 40 menit dan siswa yang menulis
dalam waktu bebas (1 jam di kelas dan dilanjut-
kan di rumah) meskipun topik yang mereka tulis
sama. Subjek penelitian Caudery adalah siswa
di
The English Institute,
Nicosia, yang berjumlah
24 orang, berasal dari 2 kelas (per kelas 12
orang). Penilaian diutamakan pada isi dan
organisasi, bahasa, dan kesan keseluruhan.
Humaniora, Vol. 24, No. 2 Juni 2012: 187 - 200
190
Waktu menulis menjadi pembanding karena
menurut Raimes (1983), seperti dikutip dalam
Caudery (1990:122), waktu merupakan unsur
yang penting dalam proses menulis. Dari waktu
ke waktu kegiatan menulis melibatkan pencarian
ide, perekonstruksian kalimat, penyajian argu-
men, hingga pengeditan sehingga menghasilkan
tulisan yang baik.
Subjek penelitian ini adalah siswa-siswi SMA
kelas tiga jurusan IPS dan jurusan IPA di wilayah
Bekasi. Status SMA yang diambil adalah tiga SMA
negeri dan tiga SMA swasta. Sekolah-sekolah ini
dipilih secara acak sesuai dengan daftar sekolah
SMA negeri dan SMA swasta yang diperoleh dari
Diknas (Pendidikan Nasional) cabang Bekasi.
Dari setiap sekolah diambil secara acak tiga puluh
siswa (dari satu kelas IPA dan satu kelas IPS).
Dengan demikian, jumlah sekolah yang diamati
6 SMA (3 SMA negeri dan 3 SMA swasta) dan
total siswa 180 orang. Dari kegiatan menyortir
esai (sesuai dengan teori yang digunakan), data
yang dapat digunakan sebanyak 136 data yang
terdiri atas 54 esai yang ditulis laki-laki dan 82
perempuan.
Pengumpulan data dilakukan dengan tes
menulis esai, kuesioner, pengamatan langsung
tak terlibat, dan wawancara. Pertama-tama, siswa
diminta menulis esai dengan topik bebas dalam
waktu 45 menit. Siswa yang sudah selesai
menulis, kemudian mengisi kuesioner. Kuesioner
digunakan untuk mengetahui (1) identitas/
karakteristik siswa, (2) konsep esai menurut
pandangan siswa, dan (3) topik yang dipilih.
Teknik pengamatan langsung tak terlibat dilaku-
kan kepada siswa ketika mereka menulis untuk
memperoleh gambaran suasana kelas dan
ekspresi siswa saat akan, sedang, dan usai
menulis. Di sini digunakan pula catatan lapangan
yang disiapkan untuk mendukung analisis.
Untuk melengkapi kuesioner, dilakukan
wawancara terhadap 55 siswa (31 perempuan
dan 24 laki-laki) yang dipilih secara acak.
Kuesioner dan wawancara digunakan untuk
mengungkap hubungan gender dengan esai yang
ditulis siswa serta pemahaman siswa tentang esai
secara komprehensif. Selain siswa, wawancara
juga ditujukan kepada guru bahasa Indonesia,
masing-masing satu orang dari SMA negeri dan
SMA swasta.
Data berupa esai dianalisis secara deskriptif
kualitatif dan kuantitatif. Esai diidentifikasi topiknya
untuk dikelompokkan menurut gender. Lalu, topik-
topik tersebut, dengan bantuan perangkat lunak
SPSS 17.0, khususnya statistik deskriptif, dihitung
frekuensi kemunculannya. Kegiatan selanjutnya
adalah data dianalisis dan dibandingkan topik-
topik yang dipilih oleh laki-laki dan perempuan.
Hasil wawancara digunakan untuk menunjang
analisis. Identitas siswa yang diwawancara
dikodekan dengan urutan inisial huruf pertama
nama siswa, jenis kelamin, status SMA (negeri
atau swasta). Contoh: A: laki-laki, negeri; B:
perempuan, swasta.
PEMAHAMAN SISWA TENTANG ESAI
Ketika mula-mula diminta menulis esai, siswa
tampak bingung untuk memulai menulis. Mereka
tidak mengetahui mau menulis apa. Namun, hal
tersebut tidak berlangsung lama. Setelah di-
telusuri dari hasil wawancara, diketahui bahwa
ada siswa yang kurang memahami apa itu esai
(“Saya sendiri belum terlalu ngerti esai”; “Saya
kurang paham esai”). Ada pula yang mengingat-
ingat pernah diajarkan esai, tetapi sudah lupa
(“Waktu saya kelas tiga sih sempet diajarin esai
tapi ndak- [tahu apakah-pen] yang diajarin seperti
itu, Bu”).
Secara umum, esai, menurut pandangan
siswa, adalah tulisan berisi fakta, pendapat/opini,
pengalaman, atau saran atas suatu hal yang
sedang dibicarakan atau terjadi di tengah
masyarakat yang diamati dari sudut pandang
penulis. Dari pandangan guru bahasa Indonesia,
esai adalah bentuk tulisan yang mengupas hal
yang dialami atau diketahui penulis.
Pendapat siswa dan guru mengenai esai
memiliki kesamaan. Pertama, esai adalah karang-
an atau bentuk tulisan (artinya lebih dari satu
paragraf). Kedua, esai bertutur tentang kejadian
yang diketahui/dipahami tentang sesuatu yang
terjadi di masyarakat atau lingkungan (dengan
demikian, mengandung fakta/pengalaman).
Ketiga, esai berisi pendapat/pandangan penulis
tentang hal yang dibicarakan (artinya memuat
argumentasi dan bersifat subjektif). Dari kesama-
an pandangan tersebut, baik siswa maupun guru
telah memahami pengertian esai dengan baik.
191
Sri Hapsari Wijayanti & Yohanna Claudia Dhian - Kecenderungan Siswa SMA di Bekasi
Manfaat esai bagi pembaca atau diri sendiri
merupakan faktor yang turut dipertimbangkan
oleh siswa, seperti pendapat siswa di bawah ini:
“... menurut saya jika seseorang remaja
seperti saya membaca artikel ini mungkin
mendorong dari dia untuk membaca” (T, laki-
laki, negeri)
“... saya pilih tema tersebut [pergaulan-pen]
supaya e.. kita bisa mendapat masukan
bahwa tema yang saya buat itu e.. bisa
bermanfaat bagi kita ke depannya” (M, laki-
laki, negeri)
Dalam proses menulis tidak seluruh siswa
memulainya dengan menyusun kerangka karang-
an (esai). Akibatnya, ada esai yang mengandung
rangkaian paragraf yang tidak saling berhubung-
an, tidak dikembangkan, atau hanya pengulangan
dari paragraf sebelumnya. Salah satu manfaat
kerangka adalah menata atau merancang alur
pikiran pikiran secara sistematis sehingga
dihasilkan tulisan yang runtut dan mudah
dipahami.
Meskipun sebagian besar subjek mengakui
kerangka esai itu penting, saat menulis mereka
tidak membuatnya. Alasannya, tidak ingat, waktu
terbatas hanya 45 menit, atau mereka merasa
tidak perlu membuat kerangka dan membiarkan
pikiran mereka mengalir dalam tulisan begitu saja.
PEMILIHAN TOPIK
Mayoritas siswa (68%) mengakui tidak
mengalami kesulitan saat menentukan topik esai,
sisanya mengakui kesulitan (27%) dan agak
kesulitan (6%)
.
Topik yang ditulis siswa adalah topik yang
sesuai dengan realita/pengalaman hidup, dekat
dengan kehidupan sehari-hari, ada di sekitar
mereka, sedang populer dibincangkan oleh
masyarakat, sering dilihat atau didengar dari
media elektronik atau media cetak, akrab dengan
dunia remaja, merupakan masalah yang dihadapi
anak muda/remaja di kota besar, atau mereka
mengakui sudah terbiasa menulis topik serupa
di dalam
blog
. Meskipun tidak mengalami
kesulitan mencari topik esai, faktor topik yang
menarik bagi pembaca dan faktor keinginan agar
tulisannya berbeda dengan orang lain merupakan
pertimbangan tersendiri bagi siswa. Walaupun
sudah menemukan topik, kesulitan merangkai
kata-kata juga menjadi alasan tersendiri.
Siswa merasa kesulitan memilih topik karena
beberapa alasan, antara lain belum ada persiap-
an, topik yang bebas justru membuat mereka
bingung memilih, tidak terinspirasi, kurang me-
nguasai topik yang dipilihnya, tidak hobi menulis
dan membaca, dan tidak terbiasa menulis.
Topik yang dipilih laki-laki dan perempuan
dikelompokkan dalam 14 kategori, yaitu (a) tekno-
logi, (b) sosial, (c) personal, (d) nasionalisme, (e)
olahraga, (f) kesehatan, (g) hukum, (h) bahasa,
seni, dan budaya, (i) politik, (j) pertanian, (k)
matematika, (l) pariwisata, (m) ekonomi, dan (n)
psikologi (Grafik 1). Berikut dijabarkan topik
pilihan laki-laki dan perempuan, topik pilihan
perempuan, dan topik pilihan laki-laki.
Tabel 1. Frekuensi Kadar Kesulitan Siswa Memilih Topik
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid
SULIT
36
26.5
26.5
26.5
AGAK SULIT
8
5.9
5.9
32.4
MUDAH
92
67.6
67.6
100.0
To t a l
136
100.0
100.0
Humaniora, Vol. 24, No. 2 Juni 2012: 187 - 200
192
Grafik 1. Topik Pilihan Siswa SMA di Bekasi
TOPIK PILIHAN LAKI-LAKI DAN
PEREMPUAN
Laki-laki dan perempuan sama-sama tertarik
pada teknologi, sosial, personal, nasionalisme,
olahraga, kesehatan, hukum, seni-bahasa-
budaya, psikologi, dan ekonomi. Topik sosial
merupakan topik terbanyak ditulis siswa (47%),
diikuti topik teknologi (14%), personal (12%),
nasionalisme (6%), dan kesehatan (5%). Meski-
pun kelima topik sama-sama dipilih laki-laki dan
perempuan, terdapat perbedaan ketertarikan
antara perempuan dan laki-laki. Perempuan
(45%) lebih banyak memilih topik sosial daripada
laki-laki (19%); topik teknologi lebih banyak dipilih
laki-laki (14%) daripada perempuan (5%); topik
personal tidak memperlihatkan perbedaan besar
antara perempuan (10%) dan laki-laki (6%); topik
nasionalisme cenderung banyak dipilih perem-
puan (6%) daripada laki-laki (2%); topik kesehatan
dipilih perempuan sebanyak 5%, sedangkan laki-
laki 2%. Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa perempuan menyukai topik seputar
masalah sosial, sedangkan laki-laki masalah
teknologi informatika/komunikasi. Di bawah ini
akan dibahas tiga topik terbanyak pilihan laki-laki
dan perempuan, yaitu teknologi, sosial, dan
personal.
Pertama adalah topik teknologi. Teknologi
merupakan topik terbanyak yang dipilih laki-laki.
Dalam topik ini umumnya laki-laki membincang-
kan
game on line
dan
handphone
. Keduanya
memang akrab dengan kalangan siswa. Mereka
juga mengetahui sisi positif dan negatif kemajuan
teknologi komunikasi/informatika. Bermain
game
on line
“kalau hanya untuk
refreshing
dan kese-
nangan boleh saja, dan harus diselingi istirahat
dan belajar” (T, laki-laki, swasta). Akan tetapi,
game on line
“membuat kita menjadi negatif,
contohnya mengambil duit orang tua kita sampai
ratusan ribu, menipu teman untuk mendapatkan
duit” (D, laki-laki, negeri). Bahkan, diakui “seka-
rang ini banyak dari anak-anak itu melakukan
taruhan” (T, laki-laki, swasta)
.
Game on line
dan
handphone
tidak ditemu-
kan dalam topik perempuan. Perempuan justru
mengangkat
facebook
dan kemajuan teknologi
secara umum di berbagai bidang kehidupan.
Berikut cuplikan dari esai yang ditulis perempuan.
“Sekitar 2 tahun lalu saya bergelut di dunia
fandom. Seperti
facebook, blog, livejournal,
193
Sri Hapsari Wijayanti & Yohanna Claudia Dhian - Kecenderungan Siswa SMA di Bekasi
dan lain sebagainya. Pertama saya meng-
gunakan
facebook
, adik saya banyak
membantu dalam hal ini. Dia mengajarkan
saya beberapa hal yang memperlancar saya
memainkan
facebook
. Sesuai kegemaran
saya yang sangat menyukai hal-hal yang
berbau Jepang, saya pun meng-
add
teman-
teman yang saya pikir sama dengan saya.
Cara membedakannya adalah dengan
melihat nama
user
tersebut dan itu ber-
kembang sampai sekarang.” (F, perempuan,
negeri)
Beragam perangkat teknologi yang ada
membuat siswa “melek” teknologi. Dengan kata
lain, siswa di Bekasi tidak mau ketinggalan
dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat.
Itulah sebabnya dunia yang akrab dengan mereka
ini memberinya inspirasi untuk menulis.
Kedua adalah topik sosial
.
Topik sosial
mendominasi tulisan perempuan. Termasuk
dalam topik ini adalah masalah pendidikan, per-
gaulan remaja, lingkungan, lalu lintas, konsume-
risme, globalisasi/modernisasi, kehidupan,
transportasi, dan pertelevisian. Temuan ini sama
dengan McCormick dalam Mey (1998) yang
menemukan perempuan menyukai masalah
sosial, di samping kehidupan dan gaya hidup.
Di antara topik-topik sosial, konsumerisme
dan pertelevisian tidak dipilih oleh laki-laki. Kon-
sumerisme, khususnya berbelanja yang umum-
nya digemari perempuan daripada laki-laki, dan
pertelevisian, khususnya program
infotain-ment
di televisi, masing-masing dipilih oleh seorang
perempuan.
Topik pendidikan sangat relevan dengan
dunia siswa SMA. Di sini siswa mempunyai
pandangan tersendiri terhadap sistem pendidikan
saat ini di Indonesia. Siswa yang menjalaninya
sehingga ia merasa berhak untuk “bersuara”.
Mereka menyuarakan ujian nasional/ujian sekolah
(UN/US), pendidikan untuk anak usia dini (PAUD),
pendidikan untuk anak jalanan, pendidikan oto-
nomi di perguruan tinggi, bahkan kualitas pen-
didikan secara umum di Indonesia. Masalah
pendidikan yang juga muncul dalam esai adalah
masalah aktivis sekolah, seragam sekolah,
relevansi kesuksesan dan pendidikan, serta
minimnya minat membaca siswa.
Masalah pendidikan, yang dalam penelitian
ini termasuk topik sosial, paling banyak ditulis
karena pada saat pengambilan data, siswa
sedang sibuk mempersiapkan UN (“
17 hari lagi
”),
baru saja melewati masa UN dan sedang
menghadapi ujian praktik sekolah, atau sedang
mempersiapkan US. Karena itu, padatnya waktu
belajar, nada memrotes adanya UN atau US,
luapan rasa takut, cemas, lelah, pantang me-
nyerah menjadi inspirasi bagi kebanyakan siswa.
“... sekarang ini saya kan lagi mau kelas tiga
jadi mau ngalamin UN. Tuh, kan dikit lagi,
pasti kan ada perasaan gimana gitu, ada
yang takut, tapi di sini saya jelaskan sih kata
guru saya gak usah takut. Jadi saya inget
kata guru saya jadi saya nulis seperti ini.”
(D, perempuan, negeri).
Salah satu siswa menulis ketidakberterimaan
(protes) terhadap sistem US dari Diknas se-
tempat.
“Ya karena selama ini yang saya tau dari
saya SD gitu ya ujian akhir sekolah itu yang
dibuat kan sekolah kenapa sekarang jadi
dinas gitu.Ya pasti soalnya kan bisa lebih sulit
begitu kan jadi ya emang ternyata lebih sulit.
Jadi ya kayaknya lebih sebel aja gitu.” (P,
perempuan, swasta).
Selain membicarakan UN dan US, ada pula
siswa yang mengulas masalah pendidikan secara
umum dengan nada prihatin.
“... pendidikan di Indonesia tuh saat ini
menurut saya tuh segitu memprihatinkan e.e.
terdiri dari faktor-faktor yang buat buruk
pendidikan di Indonesia tuh murid banyak
yang tidak sekolah trus fasilitas sekolahnya
itu sendiri trus banyak yang tidak layak untuk
sekolah dan guru-guru, buat guru-guru yang
bukan minim minim pengetahuan dan minim
mengajarnya, cara mengajarnya juga.” (A,
laki-laki, swasta)
Humaniora, Vol. 24, No. 2 Juni 2012: 187 - 200
194
Masalah sosial lainnya adalah pergaulan
yang cenderung bebas di kalangan remaja di kota
besar. Perempuan menyinggung dampak
pergaulan bebas bagi perempuan, seperti terkena
HIV/AIDS, hamil di luar nikah, sedangkan laki-laki
membicarakan pergaulan remaja dengan alkohol,
kebut-kebutan, dan narkoba. Berikut cuplikan esai
laki-laki dan perempuan mengenai pergaulan
bebas.
“Pergaulan remaja diidentikkan dengan
alkohol karena alkohol merupakan hal yang
utama dalam pergaulan bebas. Alkohol
mempunyai dampak secara langsung
maupun tidak. Pertama, dampak langsung
dari alkohol ialah dapat membuat mabok
seseorang. Banyak sekali di zaman sekarang
ini orang yang mabok. Mabok dapat
menyebabkan seseorang menjadi brutal,
hilang akal, dan membuat seorang merasa
pusing dan mutah. Selain itu, efek tersebut
akan hilang jika seseorang tersebut telah
merasa hangat. Kedua, dampak tidak
langsung dari alkohol ialah dapat membuat
saraf-saraf kita menjadi rusak di kemudian
hari. Selain itu, juga dapat membuat kita
merasa ketergantungan terhadap alkohol.”
(M, laki-laki, negeri)
“Hal-hal yang dilakukan oleh remaja tersebut
tentu saja merugikan dirinya sendiri. Hal-hal
yang mungkin masih diinginkan oleh remaja
tersebut harus terhenti karena akibat yang
dihadapinya. Para remaja mungkin masih
ingin bersenang-senang dengan temannya,
tapi harus berhenti karena mungkin saja dia
sudah mempunyai anak dari seks bebas
yang dilakukannya.
Sebenarnya hal tersebut sangat disayang-
kan, apalagi jika remaja tersebut akhirnya terkena
HIV/AIDS atau mungkin remaja tersebut hamil dan
dia menggugurkan anaknya karena belum siap
untuk menjadi seorang ibu. Para remaja itu benar-
benar harus mengetahui resiko yang akan didapat
dan harus siap dengan resiko tersebut.” (J,
perempuan, swasta)
Kehidupan merupakan topik sosial yang
terungkap dalam esai siswa SMA di Bekasi.
Dalam membicarakan kehidupan, mereka me-
nulis bagaimana memaknai dan menghargai
kehidupan, bagaimana kisah kehidupan para
selebriti, dan perlunya tujuan hidup. Akan tetapi,
kehidupan dipandang dari sisi yang berbeda
antara laki-laki dan perempuan. Dalam memaknai
hidup, laki-laki mengoreksi persepsi banyak orang
yang belum memahami apa arti “hidup mengalir
bagaikan air,” seperti terungkap dalam kutipan
berikut.
“Memang pada kenyataannya, persepsi
mengalir seperti air itu benar. Mereka hidup
biasa saja, tanpa arah, bebas melakukan
apa saja dan itu membuat mereka lemah dan
terbelakang karena terbiasa hidup santai.
Mereka sebenarnya tidak tahu apa arti
pesepsi mengalir bagaikan air itu.” (H, laki-
laki, swasta).
Laki-laki berpendapat bahwa seharusnya
orang berjuang untuk berubah, tidak pasrah pada
nasib; karena itu, ia perlu menggali potensi yang
ada pada diri sendiri, seperti dinyatakan dalam
kutipan berikut.
“Jangan puas menjadi seorang tukang koran
dan jangan takut berubah untuk hidup lebih
baik lagi. Tuhan menciptakan manusia
sebagai makhluk yang paling sempurna di
dunia ini. Lihatlah dalam hati kita betapa
besar potensi yang kita miliki. Gunakanlah
dan jangan kalian sia-siakan potensi besar
itu. Niscaya kalian akan menjadi orang yang
berhasil dan berguna bagi banyak orang.”
(H, laki-laki, swasta).
Berbeda dengan laki-laki, ungkapan perasa-
an perempuan lebih menyentuh dalam me-
mandang makna kehidupan. Perempuan meng-
amati banyak orang berpikir sempit jika mengakhiri
hidup dengan cara pintas (bunuh diri, misalnya)
hanya karena masalah yang tidak dapat diatasi.
Seharusnya, hidup jangan dianggap beban, ber-
pikirlah positif, terbuka, biarkan kehidupan