Asian Legal Reform Journal
https://journal.ugm.ac.id/v3/ARJUNA
<p>Asian Legal Reform Journal is a annually published Journal that is published every year by ALSA LC UGM's Editorial Board with differing themes each year.</p>Faculty of Law, Universitas Gadjah Madaen-USAsian Legal Reform Journal2747-1888<p><span style="font-weight: 400;">Authors who publish with this journal agree to the following terms:</span></p> <ul> <li class="show" style="font-weight: 400;" aria-level="1"><span style="font-weight: 400;">Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a </span><a href="http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/"><span style="font-weight: 400;">Creative Commons Attribution License</span></a><span style="font-weight: 400;"> that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this journal.</span></li> <li class="show" style="font-weight: 400;" aria-level="1"><span style="font-weight: 400;">Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal.</span></li> <li class="show" style="font-weight: 400;" aria-level="1"><span style="font-weight: 400;">Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work.</span></li> </ul>Pelindungan Hukum Terhadap Kerugian Pihak Ketiga Akibat Operasional Perusahaan Menurut Doktrin Business Judgement Rule
https://journal.ugm.ac.id/v3/ARJUNA/article/view/26270
<p>Penelitian ini membahas pelindungan hukum bagi direksi PT Pertamina atas kerugian yang timbul akibat kegiatan operasional perusahaan dalam perspektif doktrin<br>Business Judgment Rule (BJR). Kasus kebakaran Depo Pertamina Plumpang menjadi contoh nyata yang menimbulkan kerugian materiil dan immateriil bagi masyarakat serta memunculkan perdebatan mengenai batas tanggung jawab direksi dan perusahaan. Dengan menggunakan metode yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan dan konseptual, penelitian ini menelaah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, KUHPer, dan<br>prinsip Good Corporate Governance (GCG). Hasil kajian menunjukkan bahwa doktrin BJR memberikan pelindungan hukum kepada direksi selama keputusan bisnis diambil dengan itikad baik, kehati-hatian, dan tanggung jawab, meskipun mengakibatkan kerugian bagi perusahaan atau pihak ketiga. Namun, pelindungan ini tidak berlaku jika terbukti terdapat kelalaian atau pelanggaran terhadap standar hukum dan keselamatan. Penelitian ini menegaskan pentingnya penerapan prinsip kehati-hatian, akuntabilitas, dan tanggung jawab sosial perusahaan untuk mencegah kerugian serupa dan menjaga keseimbangan antara pelindungan direksi serta keadilan bagi pihak ketiga.</p>ARJUNA
Copyright (c) 2025 Asian Legal Reform Journal
2025-11-192025-11-1961121Perlindungan Data Pribadi dalam Algoritma TikTok: Implikasi Penerapan Artificial Intelligence dalam Sistem Personalisasi Sosial Media
https://journal.ugm.ac.id/v3/ARJUNA/article/view/26272
<div>Perkembangan sosial media di era digitalisasi telah membentuk pola interaksi baru yang semakin kompleks melalui algoritma rekomendasi berbasis Artificial Intelligence (AI). TikTok menjadi contoh nyata, di mana personalisasi konten memanfaatkan big data perilaku pengguna hingga tingkat mikro. Praktik ini meningkatkan personalisasi konten sesuai preferensi pengguna, namun sekaligus menimbulkan risiko serius terhadap privasi akibat kurangnya transparansi serta perlindungan dalam proses pengumpulan dan pemrosesan data pribadi. Di Indonesia, Perlindungan Data Pribadi diatur melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016. Namun, efektivitas pengawasannya terhadap platform global masih dipertanyakan, mengingat lemahnya penegakan serta sifat kontrak baku Terms of Service (ToS) yang cenderung merugikan pengguna. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan analisis komparatif terhadap General Data Protection Regulation (GDPR) Uni Eropa, diperkuat temuan regulator terkait isu consent dan praktik data mining. Hasil menunjukkan bahwa kebijakan privasi yang kompleks menghambat keterinformasian pengguna, sementara persetujuan gabungan tanpa opsi granular berisiko tidak memenuhi standar consent yang sah. Selain itu, profilisasi dan rekomendasi konten berbasis AI/ML tergolong pemrosesan berisiko tinggi yang mewajibkan pelaksanaan Data Protection Impact Assessment (DPIA). Kajian ini menawarkan perbaikan berupa desain persetujuan granular, pemberitahuan berlapis, serta publikasi ringkasan DPIA untuk menegaskan transparansi dan akuntabilitas.</div>ARJUNA
Copyright (c) 2025 Asian Legal Reform Journal
2025-11-192025-11-1961Hak Cipta atas Lagu yang Dihasilkan Artificial Intelligence: Kepemilikan dan Pertanggungjawaban atas Pelanggaran dalam Regulasi Hak Cipta Indonesia
https://journal.ugm.ac.id/v3/ARJUNA/article/view/26273
<p>Hadirnya Artificial Intelligence (AI) membawa tantangan baru mengenai pemberian hak cipta atas lagu-lagu yang dihasilkan oleh platform-platform yang menyediakan pembuatan lagu berbasis AI, misalnya Suno dan Audio. AI mampu menghasilkan lagu dalam durasi singkat dengan kemampuannya untuk memproses ribuan data yang telah ada menjadi suatu lagu berdasarkan prompt yang diketik pengguna. Artikel ini bertujuan untuk menguraikan status hukum atas hak cipta terhadap lagu lagu yang dihasilkan oleh AI dan subjek hukum yang harus bertanggung jawab, apabila terjadi pelanggaran hak cipta. Hasil analisis menunjukkan bahwa karya lagu yang dihasilkan sepenuhnya oleh AI belum dapat memperoleh hak cipta karena tidak memenuhi unsur “khas dan pribadi” sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU 28/2014). Namun, pertanggungjawaban hukum dapat diarahkan kepada pengembang sistem dan pengguna AI. Oleh karena itu, penulis merasa diperlukannya revisi undang-undang demi memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi para seniman dari potensi kerugian yang dapat timbul.</p>ARJUNA
Copyright (c) 2025 Asian Legal Reform Journal
2025-11-192025-11-19616476PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA ATAS PENYERANGAN WARGA SIPIL OLEH ARTIFICIAL INTELLIGENCE BASED AUTONOMOUS WEAPON
https://journal.ugm.ac.id/v3/ARJUNA/article/view/26274
<p>Perkembangan teknologi persenjataan telah memasuki fase Age of Automation yang ditandai dengan lahirnya Autonomous Weapon System (AWS) berbasis Artificial Intelligence (AI). Sistem ini menimbulkan problematika serius dalam hukum humaniter internasional, khususnya terkait prinsip distingsi, proporsionalitas, dan akuntabilitas. Salah satu kasus nyata yang memperlihatkan risiko penggunaan senjata otonom berbasis AI adalah Kabul Drone Strike pada 29 Agustus 2021, ketika militer Amerika Serikat melancarkan serangan drone yang menewaskan 10 warga sipil, termasuk 7 anak-anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji konsep AI-based AWS, kerangka pengaturannya dalam hukum internasional, serta pertanggungjawaban negara atas serangan terhadap warga sipil dalam kasus tersebut. Penelitian menggunakan metode normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach), konseptual (conceptual approach), dan kasus (case approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan AI-based AWS belum mampu menjamin kepatuhan terhadap hukum humaniter internasional, sehingga menimbulkan potensi pelanggaran prinsip fundamental IHL. Berdasarkan Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Acts (ARSIWA), tindakan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dalam kasus Kabul Drone Strike memenuhi unsur perbuatan melanggar hukum internasional yang dapat menimbulkan tanggung jawab negara (state responsibility). Melalui ketentuan Pasal 4 ARSIWA, tindakan militer yang dilakukan oleh aparat bersenjata AS dapat diatribusikan langsung kepada negara, mengingat militer merupakan organ resmi negara. Oleh karena itu, Amerika Serikat secara hukum internasional berkewajiban melaksanakan bentuk tanggung jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 30, 31, dan 36 ARSIWA, yaitu penghentian dan jaminan untuk tidak mengulangi (cessation and non-repetition), pemberian reparasi penuh (reparation), serta kompensasi atas kerugian yang tidak dapat dipulihkan melalui restitusi (compensation). Dengan demikian, penelitian ini menegaskan pentingnya penguatan regulasi internasional mengenai AWS berbasis AI guna memastikan perlindungan efektif terhadap warga sipil dalam konflik bersenjata modern.</p>ARJUNA
Copyright (c) 2025 Asian Legal Reform Journal
2025-11-192025-11-1961Krisis Akuntabilitas dalam Era Kecerdasan Buatan: Analisis Hukum terhadap Pengambilan Keputusan Algoritmik dan Implikasinya bagi Sistem Hukum Indonesia
https://journal.ugm.ac.id/v3/ARJUNA/article/view/26278
<div>Penelitian ini menganalisis fenomena krisis akuntabilitas yang muncul akibat penetrasi kecerdasan buatan (AI) dalam proses pengambilan keputusan, dengan fokus khusus pada implikasinya terhadap sistem hukum Indonesia dalam konteks Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial 2020-2045. Melalui analisis normatif-doktrinal dan pendekatan komparatif, penelitian ini mengidentifikasi kesenjangan antara Surat Edaran Menkominfo No. 9/2023 tentang Etika AI dan Panduan Tata Kelola AI Perbankan OJK (2025) dengan kebutuhan regulasi komprehensif yang mengatur akuntabilitas algoritmik. Analisis menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah menargetkan AI sebagai prioritas dalam lima bidang strategis (kesehatan, reformasi birokrasi, pendidikan, ketahanan pangan, dan mobilitas), kerangka hukum yang ada belum secara eksplisit mengatur phantom responsibility dan automation bias dalam pengambilan keputusan algoritmik. Temuan mengungkapkan bahwa AI menciptakan pemisahan antara agensi dan kecerdasan, menghasilkan dilema pertanggungjawaban di mana 72% bisnis global telah mengadopsi AI, namun fenomena deskilling dan ketergantungan berlebihan terhadap sistem algoritmik menimbulkan tantangan fundamental bagi prinsip akuntabilitas hukum. Penelitian ini mengusulkan kerangka hukum hybrid yang mengintegrasikan konsep legal personality terbatas untuk AI dengan human oversight sebagai prinsip fundamental. Rekomendasi mencakup revisi UU ITE dan formulasi regulasi khusus AI yang mengadopsi pendekatan risk-based classification sebagaimana diterapkan dalam EU AI Act, disesuaikan dengan kapasitas institusional Indonesia.</div>ARJUNA
Copyright (c) 2025 Asian Legal Reform Journal
2025-11-192025-11-1961Analisis Yuridis Penyalahgunaan Voice Cloning Berbasis AI Dalam Lagu Cover Ditinjau Berdasarkan Hukum Positif Indonesia
https://journal.ugm.ac.id/v3/ARJUNA/article/view/26279
<p>Artikel ini mengulas untuk menganalisis praktik voice cloning berbasis Artificial Intelligence dalam pembuatan lagu cover yang menimbulkan problem yuridis terkait perlindungan hak cipta dan data pribadi. Teknologi ini mampu meniru suara penyanyi asli dengan tingkat realisme tinggi melalui algoritma deep learning. Meskipun membuka peluang kreatif, praktik ini menimbulkan problem yuridis terkait perlindungan hak cipta dan data pribadi. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaturan hukum terhadap praktik voice cloning dalam lagu cover ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (“UU 28/2014”) dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU 27/2022”). Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif melalui studi kepustakaan serta dilengkapi pendekatan empiris dengan telaah kasus aktual. Hasil kajian menunjukkan bahwa praktik voice cloning untuk kepentingan komersial tanpa izin dapat dikualifikasikan sebagai pelanggaran hak ekonomi dan hak moral pencipta sesuai UU 28/2014, sekaligus sebagai pelanggaran atas data biometrik berupa suara yang dilindungi dalam UU 27/2022. Dengan demikian, penggunaan Artificial Intelligence dalam musik perlu pengawasan hukum guna menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi, perlindungan hak cipta, dan hak privasi individu.</p>ARJUNA
Copyright (c) 2025 Asian Legal Reform Journal
2025-11-192025-11-1961Ketimpangan Persaingan Usaha di Era E-Commerce: Analisis Implikasi Bias Sistem Algoritma AI terhadap UMKM
https://journal.ugm.ac.id/v3/ARJUNA/article/view/26281
<p>Pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) dalam transformasi digital, khususnya dunia ecommerce, telah melahirkan perubahan yang signifikan. Perkembangan ini diikuti dengan tantangan ditegakkannya keadilan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Algoritma AI yang diterapkan dalam platform e-commerce kerap berpihak pada pelaku usaha besar dari sistem rekomendasi hingga dominasi data alhasil berdampak pada terkuburnya eksposur UMKM di persaingan pasar digital. Berlakunya Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menjadi pelindung bagi UMKM untuk bersaing secara adil, tetapi regulasi tersebut belum sepenuhnya mengakomodasi persaingan dalam dunia bisnis digital sehingga masih terdapat celah menuju ketimpangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberpihakan sistem algoritma AI terhadap pelaku usaha tertentu serta mengevaluasi kesesuaiannya dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Hasil analisis menunjukkan bahwa praktek monopoli oleh pelaku usaha besar telah menempatkan UMKM dalam posisi yang lemah baik secara sistem maupun hukum. Oleh karena itu, diperlukan langkah nyata dari pemerintah dengan memperkuat regulasi yang menjamin transparansi serta melindungi pelaku usaha UMKM dari praktik diskriminatif.</p>ARJUNA
Copyright (c) 2025 Asian Legal Reform Journal
2025-11-192025-11-1961Artificial Intelligence sebagai Instrumen Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang melalui Transaksi Aset Kripto
https://journal.ugm.ac.id/v3/ARJUNA/article/view/26283
<p>Perkembangan aset kripto membawa disrupsi besar dalam sistem keuangan sekaligus tantangan bagi rezim anti pencucian uang. Saat ini, tindak kejahatan yang melibatkan pencucian uang pada platform blockchain telah memiliki jumlah yang sangat signifikan. Regulasi yang ada, termasuk UU TPPU dan POJK No. 27/2024, belum sepenuhnya mampu menjawab kompleksitas modus pencucian uang berbasis aset kripto. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan AI dalam menawarkan peluang untuk meningkatkan akurasi deteksi, mempercepat pelaporan transaksi mencurigakan, serta memperkuat kepatuhan penyedia jasa aset kripto melalui sistem audit trail. Lebih jauh, kolaborasi data berbasis AI di tingkat regional dan internasional dapat memperkuat posisi Indonesia dalam kerangka global pemberantasan kejahatan keuangan. Melalui pendekatan yuridis normatif dan analisis perbandingan, penelitian ini menunjukkan bahwa integrasi AI dapat meningkatkan efektivitas rezim anti pencucian uang dengan syarat diimbangi pengaturan yang menjamin perlindungan data pribadi dan prinsip explainable AI. Oleh karena itu, pengintegrasian AI di sektor aset kripto dapat ditempatkan dalam kerangka hukum yang menyeimbangkan inovasi teknologi dengan kepastian hukum.</p>ARJUNA
Copyright (c) 2025 Asian Legal Reform Journal
2025-11-192025-11-1961