Isi Artikel Utama

Abstrak

Tulisan ini menganalisis upaya Yasanti, organisasi masyarakat sipil di Yogyakarta, dalam meningkatkan pemberdayaan guna mereduksi budaya patriarki pada kelompok buruh gendong perempuan Pasar Beringharjo dalam konteks pandemi. Artikel ini menjawab pertanyaan bagaimana pandemi menghantam perekonomian buruh gendong perempuan, dimana terdapat penurunan upah akibat penutupan pasar. Juga minimnya proteksi yang diperoleh pekerja informal. Kajian ini menjadi penting untuk melihat realita pekerja informal di masa pandemi, khususnya buruh gendong perempuan di Pasar Beringharjo yang menjadi pusat ekonomi pariwisata Yogyakarta. Pasalnya, buruh gendong merupakan kelompok pekerja informal yang tidak memiliki proteksi sosial seperti jaminan upah standar, kesehatan, dan hari tua. Hal ini menghadirkan permasalahan ekonomi yang memengaruhi kesejahteraan hidup buruh gendong perempuan. Para buruh gendong ini juga berperan ganda, yakni menjalankan peran ekonomi dan memegang tanggung jawab atas urusan domestik (dapur, sumur, kasur). Paguyuban buruh gendong yang diinisasi Yasanti menjadi penguat solidaritas untuk buruh gendong dalam menjaga kesejahteraan yang tidak didapat dari pemerintah. Pengkajian strategi Yasanti dilakukan menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus untuk dapat memberi jawaban atas rumusan masalah. Penggalian data dilakukan melalui wawancara dan studi literatur. Namun, penelitian ini memiliki limitasi hanya berfokus pada situasi buruh gendong di masa pandemi. Maka, kajian
topik ini mampu menjadi pembuka bahasan secara lebih lanjut mengenai
perlindungan kerja untuk kesejahteraan hidup pekerja informal. Pun soal
manifestasi kesenjangan upah yang diperoleh kelompok buruh gendong
Pasar Beringharjo di Yogyakarta di masa pandemi yang memiliki implikasi pada keberlangsungan hidup kelompok tersebut.

Kata Kunci

Yasanti Patriarki Buruh Gendong Perempuan Kesejahteraan Kesenjangan Upah

Rincian Artikel