Interaksi Masyarakat Entikong dan Sarawak di Pos Perbatasan, 1989-1995
Abstract
Abstrak
Pos perbatasan antara Indonesia dan Malaysia Timur yang pertama
terletak di Kecamatan Entikong, Kalimantan Barat dan Distrik Tebedu, Sarawak. Pos perbatasan ini menjadi pintu gerbang bagi kedua negara untuk melakukan interaksi agar saling terhubung guna mencapai tujuan bersama. Berdirinya Pos Perbatasan Entikong dan Tebedu pada 1989 menandai adanya hubungan antarnegara yang lebih masif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembangunan Pos Lintas Batas Entikong dan Tebedu sebagai kawasan yang memisahkan batas negara antara Indonesia dan Malaysia. Selain itu, penelitian ini juga akan mengkaji terkait mobilitas masyarakat dari kedua negara yang kemudian memunculkan berbagai persoalan yang berupa pelanggaran, dan melihat bagaimana upaya dari pemerintah dalam menangani persoalan tersebut. Hasil penelitian yang diperoleh dalam kurun waktu 1989 hingga 1995 menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi seperti jual beli merupakan faktor dominan dari interaksi antara Entikong (Indonesia) dan Tebedu (Sarawak). Tidak hanya itu, kegiatan sosial budaya juga terjadi pada periode ini.
Abstract
The first state border post between Indonesia and East Malaysia is located in Entikong District, West Kalimantan and Tebedu District, Sarawak. This border post is the gateway for the two countries to interact. The interaction in question is how the two countries connect with each other for a common goal. The establishment of Entikong and Tebedu border posts in 1989 marked a more massive inter-state relationship. This research aims to find out how the construction process of the Entikong and Tebedu border posts as an area that separates the state border between Indonesia and Malaysia. In addition, this research will also examine the mobility of people from both sides of the country which then raises various problems in the form of violations, and see how the efforts of the government in dealing with these problems. The research results obtained in the period 1989 to 1995 show that economic activities such as buying and selling are the dominant factors of interaction between Entikong (Indonesia) and Tebedu (Sarawak). Not only that, activities for socio-cultural interests also occurred during this period.
References
Hasanah, Efriani dan Galuh Bayuardi, Ikatan Kekerabatan Suku Dayak
Bidayuh di Perbatasan Entikong dan Tebedu, 2020, Jember: Pustaka Abadi.
Herman Hidayat, et. al., Dari Entikong Sampai Nunukan: Dinamika
Daerah Perbatasan Malaysia Timur (Sarawak–Sabah), 2005, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Iva Rachmawati, Machya Astuti Dewi, dan Fauzan, Diplomasi
Perbatasan: Konsep dan Praktik di Indonesia, 2021, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Maria Dominique, Ancaman di Batas Negeri: Kostrad di Perbatasan Entikong (Indonesia-Malaysia), 2012, Jakarta: Renebook.
Triana Wulandari, et. al., Sejarah Wilayah Perbatasan Entikong –
Malaysia 1845-2009: Satu Ruang Dua Tuan, 2009, Depok: Gramata Publishing.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, 1999, Yogyakarta: Yayasan Benteng Budaya.
Skripsi dan Tesis
Regina Vidia Rosanti, “Pembangunan Kawasan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) melalui Border Tourism di Entikong, Kalimantan Barat”, Skripsi, 2019, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Robby Irsan, “Pengaruh Jalan Lintas Batas Kalimantan Barat Sarawak terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dan Kerusakan Lingkungan Hutan”, Tesis, 2007, Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Artikel
Elina Oftapia, Yohanes Bahari & Iwan Ramadhan. “Analisis Dampak Keberadaan PLBN Entikong Terhadap Perubahan Sosial Masyarakat di Desa Entikong”, Suara Khatulistiwa, Vol. 12(5), 2023, 1438-1447.
Feny Widiyastuty, Chriswardani Suryawati & Septo Pawelas Arso, “Mengapa Masyarakat Kecamatan Entikong Kabupaten Sanggau Berobat ke Sarawak, Malaysia”, Keskom, Vol. 9(1), 2023, 115-121.
Irfan Setiawan & Udaya Madjid. 2022. “Penyelenggaraan Pemerintah
Kecamatan Perbatasan Negara di Entikong, Kabupaten Sanggau”, Suara Khatulistiwa, Vol. 7(2), 2022, 121-132.
Triesanto Romulo Simanjuntak (2018). “Signifikansi Peran Negara dalam Pembangunan Pos Lintas Batas Negara Entikong pada Masa Pemerintahan Joko Widodo”, Cakrawala, 153-178.
Dokumen
Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 1996 tentang pembentukan 16 (enam belas) kecamatan di wilayah kabupaten daerah tingkat II Pontianak, Sanggau, Sambas, Sintang, Ketapang, dan Kapuas Hulu dalam wilayah provinsi daerah tingkat I Kalimantan Barat.
Surat Kabar
Kompas, 1 Juni 1989.
Kompas, 9 Agustus 1989.
Kompas, 27 November 1989.
Kompas, 11 Desember 1989.
Kompas, 26 Maret 1990.
Kompas, 19 Juli 1990.
Kompas, 26 Februari 1991.
Kompas, 1 Maret 1991.
Kompas, 21 Maret 1991.
Kompas, 2 Februari 1992.
Kompas, 17 September 1992.
Kompas, 23 Desember 1992.
Kompas, 8 Maret 1993.
Kompas, 23 Juli 1993.
Kompas, 18 Mei 1995.
Kompas, 24 Oktober 1995.
Wawancara
Wawancara dengan Jevon N. Wagey, Petugas Pos Lintas Batas Entikong. Dilakukan secara daring pada Selasa 28 Oktober 2024, pukul 18.l5 WIB.
Situs Web
Anonim, “Profil PLBN Entikong: Informasi Seputar PLBN Entikong”, Badan Pengelola Perbatasan Daerah Provinsi Kalimantan Barat https://bppd.kalbarprov.go.id/kawasan-perbatasan/sanggau/, diakses 23 Agustus 2024.
By publishing articles in the Histma, author(s) agree to transmit the publication right to Histma under the Creative Commons. Thus, you are allowed to access, copy, transform and redistribute the articles under any lawful purposes by giving proper credit to the original author(s) and Histma as well.
Histma uphold the rights to store, convert or reformat media, manage within its database, maintain and publish article without the consent of the author with full acknowledgement of author rights as copyright owner.
The article is published in print and electronic form. The electronic form is open access for the purpose of education and research.