Sumber daya manusia dan manajemen organisasi dalam pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat di dua kecamatan di Jakarta Timur

https://doi.org/10.22146/bkm.34736

Fika Maulani Fadrianti(1*), Ede Surya Darmawan(2)

(1) Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
(2) Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
(*) Corresponding Author

Abstract


Human resource and organizational capacity of public health programs in two sub-districts of East Jakarta

Introduction: The current health policy priorities and focus are increasingly showing that public health programs are the same or even more important than medical treatment in improving the health status of the population. Although the government has asked the community health centers and local administrators to focus on the development and implementation of public health programs, very few studies in Indonesia have focused on the ability of government organizations to actually implement public health programs. This study evaluates the relationship between public health outcomes and the relationship with availability of human resources and program implementation capacity of government organizations. Methods: The data comes from reported minimum service standards (SPM) in public health and clean and healthy living behavior (PHBS), the survey and in-depth interviews of 46 respondents from 17 community health centers and 14 urban villages in two sub-districts - Matraman and Jatinegara - in East Jakarta. Results: The study found that health outcome indicators in the two study areas were lower than national average outcomes despite adequate availability of tbs. In addition, the administrative and management capacity of the implementation process in the field is not as expected. Conclusions: This study showed the paradox of resource availability and the weakness in intersectoral collaboration and in program implementation management. Based on this, we discuss three implications. First, the cross-sectoral authority of the mayor should be the advocacy focus among public health community interest groups. Secondly, the hamlet administrators should improve their implementation management capacity to have more effective programs. Third, community health centers should have human resources equipped with program management and intersectoral advocacy competencies.

Abstrak

Latar belakang: Prioritas dan fokus kebijakan kesehatan yang berkembang saat ini makin menunjukkan bahwa program public health adalah sama atau bahkan jauh lebih penting daripada tekanan pengobatan dalam meningkatkan status kesehatan penduduk. Meski pemerintah telah meminta puskesmas dan kelurahan fokus pada pengembangan dan pelaksanaan program-program public health, sedikit studi melaporkan kemampuan organisasi pemerintah yang benar-benar mengerjakan fungsi ini. Penelitian ini mengevaluasi hubungan capaian program public health dan apakah capaian itu didukung oleh ketersediaan sumber daya manusia dan kapasitas implementasi program dari organisasi pemerintah. Metode: Data berasal dari “standar pelayanan minimal” kesehatan masyarakat dan “perilaku hidup bersih dan sehat” (PHB), survei dan wawancara mendalam terhadap 46 responden dari 17 puskesmas dan 14 kelurahan di dua kecamatan - Matraman dan Jatinegara - di Jakarta Timur. Hasil: Penelitian ini menemukan bahwa indikator capaian kesehatan di daerah penelitian di kota besar seperti Jakarta adalah lebih rendah dari capaian rata-rata nasional meskipun memiliki ketersediaan sdm yang memadai. Selain itu, kapasitas administrasi dan manajemen proses implementasi di lapangan tidak seperti yang diharapkan. Simpulan: Studi ini menunjukkan paradoks antara ketersediaan sumber daya dan kapasitas yang lemah dalam kolaborasi lintas sektoral dan dalam manajemen implementasi program. Kami mendiskusikan 3 faktor penting yang harus menjadi perhatian dalam pengembangan dan implementasi upaya public health di Jakarta. Pertama, peran lintas sektoral yang jadi kewenangan dari walikota harus mendapat advokasi yang besar dari masyarakat public health. Kedua, administrator kelurahan memiliki kapasitas manajemen implementasi agar program-program dirasakan oleh penduduk setempat. Ketiga, puskesmas memiliki sdm dengan kemampuan manajerial dan bekerja sama dengan sektor lain yang bekerja fokus untuk upaya kesehatan masyarakat.


Keywords


public health; implementation evaluation; government organization



References

  1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. hlm. 1–249.
  2. Deviyanti D. Studi tentang Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan di Kelurahan Karang Jati Kecamatan Balikpapan Tengah. Journal Administrasi Negara. 2013;1(2): 380–394.
  3. Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. hlm. 1–79.
  4. Peraturan Menteri Kesehatan No. 2269 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
  5. Darmawan ES, Sjaaf AC. Administrasi Kesehatan Masyarakat: Teori dan Praktik. Jakarta: Rajawali Pers; 2016.
  6. Profil Kesehatan Sudinkes Jakarta Timur. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, 2015.
  7. Darmawan ES, Junadi P, Bachtiar A, Najib M. Mengukur Tingkat Pemberdayaan Masyarakat dalam Sektor Kesehatan. Kesmas: National Public Health Journal. 2012;7(2): 91.
  8. WHO. Everybody’s Business: Strengthening Health Systems to Improve Health Outcomes: WHO's Framework for Action. Geneva: World Health Organization; 2007.
  9. Meilani N, Setiyawati N, Estiwidani D. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Fitramaya; 2009.
  10. Frieden TR. Six components necessary for effective public health program implementation. American journal of public health. 2014;104(1): 17–22.
  11. Soewondo P. Harapan Baru Penyandang Diabetes Mellitus pada Era Jaminan Kesehatan Nasional 2014. eJournal Kedokteran Indonesia. 2014;2(1).
  12. Bappenas. Kajian Sektor Kesehatan: Laporan Konsolidasi. 2014.
  13. Ilyas Y. Determinan Kinerja Dokter Puskesmas: Kasus Dokter PTT. Jakarta; 1998.
  14. Aulawi A, Ahmad RA, Hasanbasri M. Peran kepala puskesmas SKM dan non SKM dalam meningkatkan kemampuan manajerial puskesmas di kabupaten Oku Timur. Berita Kedokteran Masyarakat. 2016;32(9): 339–346.
  15. Suka V, Maula AW, Mawarni D, Padmawati RS, Hasanbasri M. Waktu yang dihabiskan oleh kepala puskesmas keluar kantor untuk kegiatan administrasi versus program lapangan: analisis data fasilitas komunitas dari IFLS East 2012. Berita Kedokteran Masyarakat. 2018;34(3): 137–142.
  16. Rahmawati L. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pencapaian Cakupan K4 di Puskesmas Rowosari Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Diponegoro University; 2013;2(1).
  17. Notoatmodjo S. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Rineka Cipta; 2011.
  18. Wibowo S, Hakim A, Makmur M. Implementasi Sistem Informasi Puskesmas Elektronik (SIMPUSTRONIK) dan Hubungan Dengan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) (Studi Perbandingan Implementasi di Puskesmas Sumberasih dan Puskesmas Paiton Kabupaten Probolinggo). Wacana, Jurnal Sosial dan Humaniora. 2015;18(03): 168–175.
  19. Gusna E, Pelsi S, Hafni B. Analisis Cakupan Antenatal Care K4 Program Kesehatan Ibu dan Anak di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman. Jurnal Kesehatan Andalas. 2016;5(1).
  20. Gibson, M.Ivancevich J, Donnelly. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Erlangga; 1991.



DOI: https://doi.org/10.22146/bkm.34736

Article Metrics

Abstract views : 8799 | views : 6330

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Copyright (c) 2018 Berita Kedokteran Masyarakat

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

Berita Kedokteran Masyarakat ISSN 0215-1936 (PRINT), ISSN: 2614-8412 (ONLINE).

Indexed by:


Web
Analytics Visitor Counter