EVALUASI TERHADAP DEVALUASI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA
A. Tony Prasetiantono(1*), Amelin Herani(2)
(1) Universitas Gadjah Mada
(2) Universitas Gadjah Mada
(*) Corresponding Author
Abstract
dianggap merupakan solusi terhadap berbagai krisis, misalnya jika terjadi tekanan
terhadap neraca perdagangan (balance of trade) maupun neraca transaksi berjalan (balance of current acount), serta menipisnya cadangan devisa (international reserve). Namun kenyataannya, hingga 1996 pemerintah tidak sekalipun melakukan devaluasi rupiah.
Dalam teori konvensional, kebijakan devaluasi diberlakukan untuk memenuhi dua tujuan utama (Arif, 1990, hlm. 86-89). Pertama, mendapatkan posisi neraca pembayaran yang baik, melalui proses expenditure switching. Proses ini berjalan
setelah terjadi penurunan harga relatif barang-barang testik, sehingga meningkatkan ekspor dan menurunkan impor. Bergesernya permintaan ke arah barang-barang domestik ini selanjutnya akan menaikkan output agregat.
Kedua, mempertahankan momentum pertumbuhan melalui rangsangan ekspor dan perluasan kesempatan kerja. Pada dasarnya, devaluasi diharapkan untuk
menggiatkan perekonomian dengan mendorong peningkatan output. Sebuah negara yang mengalami ketidakseimbangan dalam nilai kurs riilnya (real exchange rate disequilibrium), misalnya real exchange rate overvaluation (mata uangnya dihargai terlalu tinggi di pasar valuta asing), maka negara tersebut akan menerapkan kebijakan devaluasi.
Sejak 1969, rupiah dapat dikonversikan secara bebas, dan sejak 1971 perpindahan kapital, baik ke dalam maupun ke luar negeri, tidak dibatasi pemerintah. Sampai dengan 1978, Indonesia menganut sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Setelah devaluasi 1978, Indonesia menganut sistem managed floating, yaitu sistem kurs yang diintervensi oleh bank sentral dengan cara membeli atau menjual mata uang negara tersebut di pasar valuta asing (Abel dan Bernanke, 1992, him. 502). Devaluasi kembali diterapkan pada 30 Maret 1983 sebesar 37 persen, dan setelah itu sistem managed floating yang diterapkan bersifat lebih fleksibel (Warr, 1992).
Dengan dampak devaluasi yang ambivalen, dapat dimengerti bila pemerintah
negara-negara berkembang enggan untuk menerapkan kebijakan ini. Hal ini
tampaknya juga sejalan dengan ke-inginan IMF, yang menganjurkan devaluasi
sebagai alternatif terakhir untuk mengatasi ketidak-seimbangan dalam nilai kurs.
Negara yang akan melakukan devaluasi juga diwajibkan untuk berkonsultasi dengan IMF, untuk menghindari terjadinya "perang devaluasi".
Ada beberapa alasan yang mungkin dapat di-kemukakan yang memperkuat
alasan penolakan pemerintah terhadap kebijakan ini. Pertama, jika devaluasi telah
diantisipasi oleh masyarakat, bisa mendorong tindakan spekulatif berupa
pemborongan devisa dan melarikannya ke luar negeri {capital flight). Kedua, dampak penerapan devaluasi di negara yang mengalarni real exchange rate overvaluation dan krisis neraca pembayaran, tidak selalu sejalan dengan teori tradisional yang menyebutkan bahwa devaluasi akan sangat menguntungkan bagi negara tersebut. Devaluasi dalam kasus ini, walaupun dapat memperbaiki posisi eksternal negara tersebut, dapat berakibat pada penurunan output, peningkatan jumlah pengangguran, dan distribusi pendapatan yang semakin tidak merata (Edwards (b), him. 311).
Pendapat ini, sebagaimana ditulis Edwards, diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Coo-per(1971), Krugman dan Taylor (1977). Berdasarkan penelitian Cooper, kenaikan harga ekspor yang dinyatakan dengan mata uang dalam negeri yang disebabkan oleh devaluasi, tidak dapat menutupi kenaikan harga impor dan permintaan agregat, sehingga output akan menurun. Permintaan ekspor harus cukup elastis untuk dapat menutupi penurunan daya beli yang disebabkan permintaan impor yang inelastis dan defisit perdagangan. Sedangkan Krugman dan Taylor menyimpulkan, bahwa dalam jangka pendek, dengan mengabaikan substitusi dalam produksi, devaluasi yang disebabkan oleh defisit yang dialami suatu negara, selalu meningkatkan pembelian impor (yang dinyatakan dalam mata uang domestik) melebihi tambahan pendapatan dari kuantitas ekspor yang tetap, sehingga permintaan agregat, produksi domestik dan output akan menurun (Hanson, 1983, him. 179-180).
Sebastian Edwards dan James Hanson lebih berhati-hati dalam mengambil kesimpulan atas dampak kontraktif yang dapat ditimbulkan oleh penerapan kebijakan devaluasi. Dari penelitian Edwards (1986) terhadap 12 negara sedang berkembang, tidak termasuk Indonesia, yang meliputi rentang waktu tahun 1965-1980, dalam jangka pendek devaluasi akan berdampak negatif terhadap output. Namun, setelah satu tahun devaluasi akan bersifat ekspansif, dan dalam jangka panjang devaluasi akan bersifat netral. Dalam penelitiannya. Edwards juga mengungkapkan beberapa alasan terjadinya devaluasi yang bersifat kontraktif. Devaluasi dapat mengurangi permintaan agregat sehingga menutupi dampak expenditure switching. Devaluasi juga dapat berakibat burukbagi permintaan agregat. melalui dampaknya terhadap distribusi pendapatan. Devaluasi dapat menyebabkan redistribusi pendapatan dari kelompok dengan propensity to save yang rendah ke kelompok dengan propensity to save yang tinggi, yang akhirnya menurunkan permintaan agregat dan output. Jika negara yang menerapkan kebijakan devaluasi memiliki elastisitas harga impor dan ekspor yang rendah, maka neraca perdagangannya akan memburuk.
Berdasarkan berbagai temuan empiris tersebut, maka akan menarik untuk melakukan studi empiris atas dampak yang ditimbulkan oleh keempat devaluasi
terakhir yang dilakukan di Indonesia. Dari kajian ini dapat ditunjukkan, apakah
devaluasi yang selama ini dilakukan Indonesia bersifat kontraktif ataukah ekspansif. Karena itu, tulisan ini dimaksudkan untuk:
1. menganalisis dampak perubahan nilai tukar riil terhadap output, serta
2. mendeteksi efek dari devaluasi yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1971, 1978,1983 dan 1986. Dengan model yang ada akan dapat dilihat sifat kontraktif dan ekspansif dari devaluasi-devaluasi tersebut.
Jika devaluasi ternyata bersifat kontraktif, yang berakibat pada penurunan output agregat secara rill, hal ini akan tercermin melalui variabel nilai tukar riil yang negatif. Sebaliknya jika variabel nilai tukar riil tersebut positif, maka dapat disimpulkan bahwa tevaluasi bersifat ekspansif, yang berarti berhasil meningkat
output agregat secara riil.
Dengan diketahuinya sifat devaluasi di Indonesia. diharapkan kekhawatiran akan munculnya kebijakan devaluasi dapat diredam, melalui pemahaman yang lebih
mendalam. Jika devaluasi bersifat ekspansif. tentu kebijakan ini dapat digunakan
untuk mengatasi defisit dalam neraca transaksi berjalan. Namun bila sebaliknya,
tentunya kebijakan ini akan dihindari.
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Abel, Andrew B. dan Ben S. Bernanke, Macroeconomics, Addison-Wesley Publishing Company Inc., New York, 1992. Arif, Sritua, Dari Prestasi Pembangunan Sampai Ekonomi Politik, Ul-Press, Jakarta, 1990. Arndt, H. W., "Survey of Recent Developments", Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. XIX, No. 2, Agustus 1983. Asheghian, Parviz, "Currency Devaluation: A Comparative Analysis of Advanced Countries and Less Developed Countries", Quarterly Review of Economics and Business, Vol. 28, No. 2, 1988. Booth, Anne (ed.), The Oil Boom and After: Indonesian Economic Policy and Performance in the Soeharto Era, Oxford University Press, New York, 1992. _________(b), "Survey of Recent Developments", Bulletin of ndonesian Economic Studies, Vol. 22, No. 3, Desember 1986. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. VII, No. 3, November 1971. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol 11 No.1 Tahun 1996 De Grauwe, Paul, Macroeconomic Theory for the Open Economy, Gower Publishing Company Limited, Hampshire, 1983. Dick, Howard, "Survey of Recent Developments", Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. XV, No. 1, April 1979. Dornbusch, Rudiger, Open Economy Macroeconomics, Basic Books Inc., New York, 1980. Edwards, Sebastian (a), "Are Devaluations Contractionary?", The Review of Economics and Statistics, Vol. LXVIII no. 3, August 1986. _________(b), Real Exchange Rates, Devaluation and Adjustment: Exchange Rate Policy in Developing Countries, Massachusetts Institute of Technology Press, Cambridge, 1989. Ethier, Wilfred J., Modern International Economics, W.W. Norton & Company, New York, 1983. Gujarati, Damodar, Basic Econometrics, McGraw-Hill, New York, 1995. Hanson, James A., "Contractionary Devaluation, Substitution in Production and Consumption, and the Role of the Labor Market", Journal of International Economics, no. 14 1983, pp. 179-189. Heller, H. Robert, International Monetary Economics, Mei Ya Publications, Taiwan, 1974. IMF, International Financial Statistics, beberapa penerbitan Ingram, James C, International Economics, John Wiley & Sons, New York, 1986. Kennedy, Peter, A Guide To Econometrics, The MIT Press, Cambridge, 1991. Koutsoyiannis, A., The Theory of Econometrics, Macmillan Publishers Ltd., London, 1985. Krugman, Paul dan Lance Taylor, "Contractionary Effects of Devaluation", Journal of International Economics, no. 8, 1978. Masseron, Jean, Petroleum Economics, Editions Technip, Paris, dan Institut Francais du Petrole, Rueil-Malmaison, 1990. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol 11 No.1 Tahun 1996. McCawley, Peter, "Indonesia's New Balance of Payments Problem: a Surplus to Get Rid of", Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol. XXVIII, No. 1, Maret 1980. Melvin, Michael, International Money and Finance, Harper & Row Publishers, New York, 1985. Nota Keuangan dan RAPBN, berbagai penerbitan. Page, John, et al., The East Asian Miracle: Economic Growth and Public Policy, Oxford University Press, New York, 1993. Pangestu, Mari, "Survey of Recent Developments". Bulletin of Indonesian Economic Studies. Vol. 23, No. 1, April 1987. Prasetiantono, A. Tony (a), Antologi Ekonomi Indonesia, BPFE, Yogyakarta, 1990. ________(b), "Pelajaran dari Devaluasi", Kompas 29 Agustus 1991. _________(c), Agenda Ekonomi Indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995. Sjahrir, Analisis Ekonomi Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1990. Sundrum, R.M., "Indonesia's Rapid Economic Growth: 1968-81", Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 22, No. 3, Desember 1986. Triyanto, Albertus Hendi, "Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Utang Luar Neger Indonesia 1975.1-1990.4", Skripsi S-1J Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. 1993 (tidak dipublikasikan). Walsh, James, "The Mighty Yen", Time, edisi 3M Agustus 1993. Warr, Peter G., "Exchange Rate Policy, PetroleunJ Prices, and the Balance of Payments", dalaj Anne Booth (ed.), South-East Asian SocJ Science Monograph: The Oil Boom and After; Indonesian Economic Policy and PerfoJ mance, Oxford University Press, Singapoi 1992. World Bank, World Tables 1993, Washington D 1993. Yulius, "Pengaruh Variabel Moneter terhadap Ne Pembayaran Indonesia Tahun 1978-1' Skripsi S-l, Fakultas Ekonomi Univers Gadjah Mada, 1992 (tidak dipublikasikan) Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Vol 11 No.1 Tahun 1996
Article Metrics
Abstract views : 25436 | views : 5792Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2018 Journal of Indonesian Economy and Business
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Journal of Indonesian Economy and Business |
The Journal of Indonesian Economy and Business (print ISSN 2085-8272; online ISSN 2338-5847) is published by the Faculty of Economics and Business Universitas Gadjah Mada, Indonesia. The content of this website is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License |
© 2019 Journal of Indonesian Economy and Business | Visitor Statistics |