PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN BALANCED SCORECARD: BENTUK, MEKANISME, DAN PROSPEK APLIKASINYA PADA BUMN
Bambang Sudibyo(1*)
(1) Universitas Gadjah Mada
(*) Corresponding Author
Abstract
memadai dan bahkan bisa menghambat kemampuan perusahaan menciptakan nilai ekonomis di masa yang akan datang. Motivasi ini tentu mengingatkan kita pada buku Johnson dan Kaplan berjudul "Relevance Lost' (1987) yang menceritakan perkembangan akuntansi manajemen yang cenderung lebih memenuhi selera sofistikasi akademik daripada menjawab permasalahan rifl dalam bisnis. Temuantemuan dari studi itu diringkas dalam suatu attikel, Measures That Drive Performance!' di Harvard Business Review (HBR) edisi Januari-Februari 1992 (Kaplan dan Norton, 1992). Pengamatan lebih lanjut terhadap penerapan BSC di beberapa perusahaan menyadarkan Kaplan dan Norton bahwa BSC bisa dipakai lebih dari sekedar sebagai sistem pengukuran, melainkan juga untuk mengkomunikasikan strategi baru dan mengalign organisasi terhadap strategi baru itu. Observasi ini mereka tulis dalam artikel HBR lain dengan judul "Putting the Balanced Scorecard to Work," (Kaplan dan Norton, 1993). Pengamatan lebih lanjut terhadap penggunaan banyak ukuran dalam BSC yang satu sama lain dirangkai bersama oleh suatu seri
hubungan sebab-akibat mengantarkan mereka pada kesimpulan baru, yaitu bahwa BSC bisa dipakai untuk mengelok strategi. Tegasnya BSC adalah suatu sistem manajemen yang bisa dipakai sebagai kerangka sentral dalam berbagai proses managerial penting: penentuan gol individual dan tim, pemberian konpensasi, alokasi sumberdaya, perencanaan dan peranggaran, pemberian umpan balik strategis, dan pemberdayaan karyawan serta penumbuhan iklim belajar dalam organisasi. Perkembangan baru ini mereka laporkan dalam artikel HBR yang ketiga, "Using the Balanced Scorecard as a Strategic Management System' (Kaplan dan Norton, 1996). Dan akhirnya, laporan yang paling komprehensif tentang BSC ini mereka tulis dalam buku monograf berjudul "The Balanced Scorecard' (Kaplan dan Norton, 199 A), acuan utama penulis dalam penulisan makalah ini. Mereka berharap BSC masih akan berkembang lebih lanjut, terbukti dari pengakuan mereka bahwa monograf itu masih merapakan suatu progress report. Pada hemat penulis ada dua faktor penting saling berhubungan yang melatar-belakangi lahirnya BSC, yaitu 1) semakin tidak memadainya pengukuran akuntansi untuk merefleksikan realitas bisnis yang mulai terasa sejak dekade 1970an, dan 2) terjadinya pergeseran-pergeseran fundamental dalam lingkungan bisnis sejak dekade 1970 an yang menyebabkan pergeseran-pergeseran yang fundamental pula dalam paradigma dan pendekatan manajemen bisnis pada dekade 1980an dan 1990an. Akuntansi keuangan sudah dirundung kontroversi sejak dekade 1960an. Misalnya kontroversi dalam metode penilaian aset dan pengukuran zmomeantara kubu entry-value (Edwards dan Bell 1961) dan exitvalue (Sterling, 1970; Chambers, 1965), kontroversi tentang akuntansi inflasi, kontroversi tentang obyek pengukuran akuntansi (Sorter, 1969), dan kontroversi tentang tujuan akuntansi keuangan. Financial Accounting Standard Board (FASB), yang didirikan di Amerika Serikat pada akrtir dekade 1970an untuk mengatasi berbagai kontroversi ini dan sebagai tanggapan profesi akuntansi
terhadap kritikan dan tekanan Konggres serta Senat alas berbagai kekurangan dalam pengukuran dan pelaporan akuntansi, menghasilkan Conseptual Framework (FASE 1978; 198Q 1984; dan 1985), yang lebih merupakan produk politik yang sangat kenyal untuk mengelabuhi Konggres dan Senat daripada suatu penyelesaian rasional yang komprehensif dan konsisten. Perkembangai akuntansi manajemen juga tidak lebih baik daripada akuntansi keuangan. Seperti telah dikemukakan di muka, Johnson dan Kaplan (1987) mensinyalir bahwa perkembangan teknik-teknik akuntansi manajemen cenderung mengarah ke sofistikasi akademis terlepas dari komitmennya untuk mengatasi masalah dan
tantangan riil dalam penyediaan informasi untuk bisnis. Pada hemat penulis, permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh akuntan keuangan dan akuntansi manajemen ini sebagian bersifat teknologis, sebagian lagi bersumber pada lingkungan penerapan akuntansi yang mengalami perubahan-perubahan yang mendasar. Mengenai yang terakhir, karena lingkungan penerapan yang berubah secara fundamental maka akuntansi menjadi semakin tidak memadai dalam merefleksikan realitas bisnis. Perubahan lingkungan penerapan ini terkait erat dengan faktor penting kedua yan melatarbelakangi munculnya BSC, yaitu terjadinya pergeseran fundamental dalam lingkungan bisnis yang menyebabkan pergeseran fundamental pula dalam paradigma dan pendekatan manajemen bisnis. Dua dekade terakhir di penghujung abad ini manusia menyaksikan perubahan dan pergeseran yang mendasar sekali dalam pola hubungan dan interaksi antar sesama manusia pada
skala mikro maupun makro, bahkan mondial. Penyebab utama dari perubahan dan pergeseran itu, pada hemat penulis, adalah dua hal, yaitu meredarnya semua ketegangan yang bersumber pada perang dingin dan kemajuan yang fenominal pada teknologi komputer dan komunikasi. Dampak dari dua faktor tersebut secara populer dinamai "globalisasi," yang cenderung untuk bias pada pengamatan eksoterik perubahan dan pergeseran pada skala makro mondial dan karenanya kurang peduli pada pengamatan serta analisis isoterik dan detail akan perubahan dan pergeseran pada tingkat mikro. Kegagalan sistem komunis di Eropa Timur, yang segera diikuti dengan peredaan ketegangan perang dingin antara blok Barat dan Timur, menyebabkan timbulnya persepsi pada tingkat mondial akan supremasi sistem ekonomi pasar di atas sistem ekonomi komando. Dua kekuatan raksasa komunis pun, yaitu UniSoviet dan RRC, serta-merta mempercayai dan mengadopsi sistem ekonomi pasar. Langkah Uni-Soviet dan RRC itu segera diikuti oleh negara-negara komunis lainnya. Pada negara-negara non komunis terjadi pendalaman sistem pasar dalam bentuk deregulasi, yang dilakukan tidak hanya oleh negara-negara berkembang yang masih malu-malu terhadap sistem pasar, tetapi bahkan juga oleh negaranegara yang sudah lama dikenal sebagai strong advocate sistem pasar seperti Amerika Serikat, Canada, dan Inggris. Bersamaan dengan itu kemajuan pada teknologi elektronika dan material telah melahirkan teknologi komputer, yang secara drastis merubah teknologi desain dan produksi informasi. Munculnya teknologi komputer yang segara tumbuh dan berkembang secara cepat itu terjadi kontemporer dengan kemajuan yang luar biasa pada teknologi komunikasi, terutama telekomunikasi satelit. Perkembangan dan interaksi antara teknologi komputer dan teknologi komunikasi itu melahirkan serta menyuburkan pertumbuhan teknologi informasi. Adalah perluasan serta pendalaman sistem ekonomi pasar dan perkembangan yang luar biasa pada teknologi informasi itulah yang menyebabkan perubahan pola hubungan antar manusia, baik pada skala mikro kelembagaan
maupun pada skala makro mondial. Secara bersama-sama kedua faktor tersebut telah berdampak menambah keberdayaan manusia sebagai individu relatif terhadap semua bentuk kelembagaan seperti perusahaan, partai politik, organisasi masa, negara, dan lain sebagainya. Proses pemberdayaan manusia sebagai individu itu terjadi baik dalam arti meningkatnya kekuatan, kekuasaan, dan pengaruh manusia individual, maupun dalam arti melonggarnya berbagai ikatan struktural dan kultural yang membelenggu kebebasannya sebagai pribadi. Perluasan dan pendalaman pasar, atau liberalisasi pasar, berdampak pada semakin kuatnya posisi tawar-menawar konsumen relatif terhadap posisi produsen
dan/atau penjual. Pasar, bila terbebas dari berbagai bentuk intervensi dari luar sistem, adalah lembaga ekonomi yang sangat demokratis. Keputusan terpenting di pasar, yaitu keputusan tentang harga, terjadi melalui proses tawar-menawar yang demokratis tanpa paksaan dan pengaruh siapapun. Kedaulatan konsumen dalam lingkungan seperti itu ditentukan oleh perimbangan antara jumlah konsumen dan produsen/penjual Semakin besar jumlah produsen/penjual relatif terhadap konsumen, artinya semakin pasar efisien, semakin kuat posisi konsumen dalam tawar-menawar. Liberalisasi pasar menghilangkan berbagai bentuk intervensi
pasar dan menghilangkan entry baniers bagi produsen/penjual baru untuk masuk ke pasar, dan berakibat pada semakin kuatnya kedaulatan atau keberdayaan konsumen. Sebelum merebaknya teknologi informasi seperti sekarang ini, manusia individual hanya bisa dengan mudah mengakses informasi pasar dan informasi tak resmi dalam pergaulan sosial, tetapi sangat tidak mudah untuk mengakses informasi resmi kelembagaan. Informasi kelembagaan terproteksi baik secara horisontal maupun vertikal Secara horisontal, ada filter kelembagaan yang
membatasi lalulintas informasi keluar dan masuk lembaga. Bahkan di dalam lembaga itu sendiri infortnasi tidak bebas mengalir horisontal keluar-masuk unitunit di dalam organisasi secara vertikal informasi mengalir melalui jalur di dalam struktur politik yang hierarkis. Setiap hierarki berfungsi sebagai filter aliran informasi baik ke atas maupun ke bawah. Birokrat yang berpengalaman, baik dari lembaga pemerintah maupun swasta, bisa dengan piawai memainkan filter-filter
informasi vertikal dan horisontal itu untuk membangun kekuasaan dan pengaruh efektif, dan pada saat yang sama mengurangi atau membatasi keberdayaan stakeholders yang mereka layani. Kemajuan yang pesat dalam teknologi informasi secara drastis mengurangi keefektifan filter-filter informasi vertikal dan horisontal itu. Terhadap mereka yang di luar lembaga, organisasi menjadi lebih transparan. Di dalam lembaga, organisasi juga menjadi lebih transparan baik vertikal maupun horisontal. Informasi di puncak piramid organisasi menjadi lebih mudah untuk
diakses oleh para pelaksana yang berada di dasar piramid, dan demikian pula sebaliknya, sehingga relevansi lapis tengah piramid yang berfungsi sebagai perantara antara puncak dan dasar piramid menjadi berkurang sekali. Teknologi informasi juga memperluas span of control seorang fungsionaris, sehingga jumlah sekat yang membagi organisasi secara horisontal juga menurun secara drastis. Dengan demikian, organisasi yang sesuai dengan kebutuhan zaman adalah yang lebih melebar (Bat) dan transparan. Perkembangan yang seperti itu berdampak pada semakin berdayanya mereka yang berada di luar lembaga dan mereka yang berada di lapis lebih bawah dalam organisasi. Apa yang terjadi pada era revolusi informasi sekarang ini adalah kebalikan daripada era revolusi industri. Pada era revolusi industri masuknya teknologi ke dalam fungsi produksi menyebabkan tumbuhnya organisasi-organisasi birokratis,
yang berfungsi sebagai teknostruktur yang cocok untuk mengelola kegiatan produksi dan distribusi yang agar ekonomis ham bersekala besar (Galbraith, 1973). Munculnya lembaga-lembaga birokratis dan tertutup itu mengurangi keberdayaan individu melalui dua cara. Pertama, penerapan teknologi memerlukan skala ekonomi besar, yang mendorong pada semakin terkonsentrasinya pasar dari sisi penawaran (Galbraith,1973). Semakin terkonsentrasinya sisi penawaran itu memperlemah keberdayaan sisi permintaan, yaitu sisinya konsumen. Kedua, lembaga besar yang birokratis dan tertutup itu mempunyai tabiat alami suka memonopoli informasi yang berdampak pada semakin tak berdayanya individu di hadapan lembaga. Era revolusi informasi sekarang ini mengembalikan kedaulatan konsumen di pasar, dan kedaulatan individu di hadapan lembaga. Faktor inilah yang menjadi pemicu utama munculnya berbagai metoda atau pendekatan baru dalam pengelokan organisasi.
Organisasi-organisasi bisnis adalah lembaga yang paling responsif dan
adaptif terhadap perubahan lingkungan yang terutama ditandai oleh menguatnya keberdayaan konsumen di pasar dan keberdayaan individu di hadapan lembaga tersebut.flat-nonbureaucratic-intelligent-enterpreneurial organization, partisipative workteams, cross training, downsizing, push-ing decision making down the pyramid,customer orientation, outsourcing, just-in-time inventory, activity basedmanagement, dan overhead reduction- pada hakekatnya merapakan upaya-upayaflat-nonbureaucratic-intelligent-enterpreneurial organization, partisipative workteams, cross training, downsizing, push-ing decision making down the pyramid,customer orientation, outsourcing, just-in-time inventory, activity basedmanagement, dan overhead reduction- pada hakekatnya merapakan upaya-upaya
flat-nonbureaucratic-intelligent-enterpreneurial organization, partisipative work
teams, cross training, downsizing, push-ing decision making down the pyramid,customer orientation, outsourcing, just-in-time inventory, activity basedmanagement, dan overhead reduction- pada hakekatnya merapakan upaya-upaya
Keywords
Full Text:
PDFReferences
Birchard, Bill, "Where performance measures fail," The Magazine for Senior Financial Executives (CFO), VoL 12, Iss. 10, Od-19%, p. 36 Chambers, R.J. "Evidence for a Market-Selling Price Accounting System," dalam RS. Sterling (ed), Asset Valuation and Income Determination, (Lawrence, Kansas : Scholars Book, 1971). Creelman, James, "How do you weigh up," Director, VoL 50, Iss. 2, Sep 1996, p.77 Edwards EO. dan P.W. Bells," The Theory of Measurement of Business Income (Berkeley: The University of California Press, 1961) FASB, "Statement of Financial Accounting Concepts No. 1," November 1978 ———"Statement of Financial Accounting Concepts No. 2," May 1980 ———"Statement of Financial Accounting Concepts No. 3," December W84 ———"Statement of Financial Accounting Concepts No. 6," December 1985 Galbraitfh, John Kenneth, Economics and the Public Purpose, (New York New American Library, 1973) Johnson T.H. dan RS. Kaplan,"?elevanae Lost The Rise and Fall of Management Accounting!' (Boston : Harvard Business School Press, 1987) Kaplan RS dan D.P. Norton, "The Balanced Scorecard," (Boston: Harvard Business School Press, 1996A) _________, "The Balanced Scorecard: Measures that Drive Performance," Harvard Business Review, edisi Januari-Februari 1992 _________, "Putting the Balanced Scorecard to Work," Harvard Business Review, edisi Septernber-Oktoberl993 "Using the Balanced Scorecard as a Strategic Mana-gement System," Harvard Business Review, edisi Januari-Februari 1996B "Strategic learning & the balanced scorecard," Strategy & Leadership(FLR), VoL 24, Iss. 5, Sep/Oct 1996C, p. 18-24 Ungle, John H; Schiemann, William A, "From balanced scorecard to strategic gauges: Is measurement worth it:T,' Management Review (MKVfy ! VoL 85, Iss, 3, Mar 19%, p. 5^61 Me Nerney, Donald J, " Compensation: The link to customer satisfaction," HR Focus (PHfy VoL 73, Iss. 9, Sep 1996, P. 1,4 Newing, Rod, "Wake up to the balanced scorecard," Management AccountingLondon (MAQ Vol. 73, Iss. 3, Mar. 1995, p. 22-23 (Ipage) Prakarsa, Wahjudi,"Rekayasa Ulang. Disintermediasi, Integrasi dan Otomasi Fleksibel" Makalah dalam Seminar Peranan Profesi Akuntansi dan Mengantisipasi Tantangan Era Global oleh Fakultas Ekonomi. UNUD, Denpasar, November, 1995 Sorter, George H., "Events Approach to Basic Accounting Theory," Accounting Review, OcL 1970 Sterling, RS., The Theory of Measuremen of .Enterprise Incom (Lowrenoe, Kansas: University Press of Kansas, 1970) Vokurka, Robert; Fhender,Gene, "Measuring operating performance: A specific case study," Production & Inventory Management Journal (PIM), VoL 36 Iss. 1, First Quarter 1995, p.3843(5pages)
Article Metrics
Abstract views : 9241 | views : 3809Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 1997 Journal of Indonesian Economy and Business
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Journal of Indonesian Economy and Business |
The Journal of Indonesian Economy and Business (print ISSN 2085-8272; online ISSN 2338-5847) is published by the Faculty of Economics and Business Universitas Gadjah Mada, Indonesia. The content of this website is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License |
© 2019 Journal of Indonesian Economy and Business | Visitor Statistics |