POSTMEMORY DALAM NOVEL TAPOL KARYA NGARTO FEBRUANA

https://doi.org/10.22146/poetika.v7i1.43130

Anna Elfira Prabandari Assa(1*)

(1) Pascasarjana Ilmu Sastra Universitas Gadjah Mada
(*) Corresponding Author

Abstract


Narasi balas dendam yang masih terus direproduksi oleh pihak-pihak yang bertikai semakin membuat rekonsiliasi tragedi ’65 berujung pada kemacetan. Kerelaan untuk sa-ling mengakui kesalahan adalah langkah besar dalam usaha rekonsiliasi. Sayangnya, korban PKI hanya mengingat saat mereka menjadi bulan-bulanan PKI, sebelum Peristiwa G30S. Sementara itu, PKI hanya mengingat pasca-G30S, saat mereka menjadi korban genosida politik. Sebuah novel berjudul Tapol karya Ngarto Februana memotret fenomena tersebut. Pengarang yang tidak pernah mengalami langsung peristiwa ’65 membuat teori postmemory dari Marianne Hirsch cocok diaplikasikan dalam penelitian ini. Februana mendapatkan transmisi afiliatif dari saksi hidup dan buku-buku lain sebagai memori kolektif. Identifikasinya kemudian mewujud dalam tokoh dan narasi dalam novel Tapol. Februana membedakan antara komunisme sebagai ideologi yang membela yang tertindas dan PKI sebagai partai yang berpolitik praktis. Melalui tokoh Mirah, pengarang juga mengkritisi Orde Baru sebagai rezim otoriter yang bukan hanya musuh, tetapi juga semua pihak yang berani menentangnya.

Kata Kunci: postmemory; transmisi; memori; identifikasi; PKI; Orde Baru; komunisme

 

The narrative of revenge that is still being reproduced by the conflicting parties increases the stagnation of reconciliation of the '65 tragedy. The willingness to acknowledge each other's mistakes is a big step in reconciliation. Unfortunately, PKI victims only remember when they were the PKI’s targets, before the G30S. Meanwhile, the PKI only remembered the post-G30S, when they were victims of political genocide. A novel titled Tapol by Ngarto Februana captures this phenomenon. Authors who have never experienced directly on '65 tragedy make Marianne Hirsch’s postmemory suitable to be applied. Februana gets affiliative transmission from living witnesses and other books as a collective memory. His identification towards the past then manifests in characters and narratives in Tapol. Februana distinguishes between communism as an ideology that defends the oppressed and the PKI as a party that has practical politics. Through the character Mirah, the author also criticized the New Order as an authoritarian regime that was not only an enemy but also all those who dared to oppose it.

Keywords: postmemory; transmition; memory; identification; PKI; Orde Baru; communism


Keywords


sastra, indonesia, postmemory, memori, PKI, Orde Baru, komunisme

Full Text:

PDF


References

Budiawan. 2004. Mematahkan Pewarisan Ingatan: Wacana Anti-Komunis dan Politik Rekonsiliasi Pasca-Soeharto. Jakarta: ELSAM

Budiawan. 2013. Sejarah dan Memori: Titik Simpang dan Titik Temu. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Februana, Ngarto. 2002. Tapol. Yogyakarta: Media Pressindo.

Fernanda, Andri. 2017. Transmisi Trauma dalam Mother Land Karya Dmetri Kakmi: Kajian Postmemory. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Hartutik dan Sukirno. 2018. “Gerakan Protes Petani Klaten: Aksi Sepihak dalam Kurun Waktu Antara Tahun 1960-1965”. Seuneubok Lada: Jurnal Ilmu-ilmu Sejarah, Sosial, dan Kependidikan: 95-105

Herlambang, Wijaya. 2013. Kekerasan Budaya Pasca 1965. Jakarta: Majin Kiri

Hirsch, Marianne. 2012. The Generation of Postmemory: Writing and Visual Culture After the Holocaust. New York: Columbia University Press

Hirsch, Marianne. 2012b. Family Frames: Photography, Narrative, and Postmemory. Cambridge, Massachussets: Harvard University Press

Katoppo, Aristides dkk. 1999. Menyingkap Kabut Halim 1965. Jakarta: Sinar Harapan.

Kumalasari, Isti. 2016. The Book Thief: Sebuah Kajian Postmemory. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Kurniawan, dkk, 2014. Pengakuan Algojo 1965: Investigasi Tempo Perihal Pembantaian 1965. Jakarta: Tempo Publishing.

Padmo, Soegijanto. 1969. Landreform dan gerakan Protes di Daerah Kabupaten Klaten, Jawa Tengah 1959-1965. Skripsi. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada

Pour, Julius. 2010. Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualang. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

Pusat Pendidikan Kehakiman Angkatan Darat. 1966. Gerakan 30 September di Hadapan Mahmillub I: Perkara Njono. Jakarta: Pusat Pendidikan Kehakiman Angkatan Darat

Putra, Jalu Norva Illa. 2018. Konstruksi Bima dan Ekalaya dalan Novel Pulang Karya Leila S. Chudori. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Roosa, John. 2008. Dalih Pembunuhan Massal: Gerakan 30 September dan Kudeta Soeharto. Penerbit Nobodycorp.

Salam, Aprinus dan Ramayda Akmal. 2014. Pahlawan dan Pecundang Militer dalam Novel Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soebandrio. 2001. Kesaksianku tentang G30S. Jakarta: Forum Pendukung Reformasi Total

Surodjo, Benedikta A. dan JMV. Soeparno. 2001. Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran, dan Tanganku: Pledoi Omar Dani. Jakarta: ISAI.

Taum, Yohanes Yapi. 2015. Sastra dan Politik. Yogyakarta: USD Press

Pustaka Laman

“Peristiwa Kanigoro: Teror PKI kepada aktivis Islam”, https://tirto.id/peristiwa-kanigoro-teror-pki-kepada-aktivis-islam-cCYH

Diakses 22 Januari 2019 pk 04.51

“Geraka Protes Petani Klaten”, https://ejurnalunsam.id/index.php/jsnbl/article/view/613/459

Diakses 22 Januari 2019 pk 03.01

Wawancara

Wawancara Ngarto Februana, Melalui aplikasi whatsapp. Yogyakarta—Jakarta, 12, 13, dan 17 Desember 2018



DOI: https://doi.org/10.22146/poetika.v7i1.43130

Article Metrics

Abstract views : 3364 | views : 3486

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Copyright (c) 2019 Jurnal POETIKA

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

ISSN 2503-4642 (online) | 2338-5383 (print)
Copyright © 2022 Poetika under the terms of a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

free web stats View My Stats