CIVIC PLURALISM: KEMBALINYA OTORITAS KERAGAMAN SIPIL
Endy Saputro(1*)
(1) Sekolah Pascasarjana UGM
(*) Corresponding Author
Abstract
Pluralisme merupakan strategi hidup
bersama setelah konflik di suatu masyarakat
terjadi. Sebagai sebuah strategi, menurut
Sartori (1997), pluralisme dikenal pertama
kali sekitar abad ke-16 dan ke-17, setelah
perang berbasis agama usai di daratan Eropa.
Menarik di sini, bahwa konflik yang terjadi
justru berkaitan dengan agama dan
bukan sekadar perang politik/fisik semata.
Pluralisme dengan demikian tidaklah muncul
dari ruang agama an sich, yang dikreasikan
di dalam sebuah agama; meskipun,
istilah ini lahir di dalam masyarakat
beragama yang intoleran.
bersama setelah konflik di suatu masyarakat
terjadi. Sebagai sebuah strategi, menurut
Sartori (1997), pluralisme dikenal pertama
kali sekitar abad ke-16 dan ke-17, setelah
perang berbasis agama usai di daratan Eropa.
Menarik di sini, bahwa konflik yang terjadi
justru berkaitan dengan agama dan
bukan sekadar perang politik/fisik semata.
Pluralisme dengan demikian tidaklah muncul
dari ruang agama an sich, yang dikreasikan
di dalam sebuah agama; meskipun,
istilah ini lahir di dalam masyarakat
beragama yang intoleran.
DOI: https://doi.org/10.22146/kawistara.3910
Article Metrics
Abstract views : 2402Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c)
Jurnal Kawistara is published by the Graduate School, Universitas Gadjah Mada.