Pengaruh Variabel Bentanglahan terhadap Persebaran Candi Hindu di Wilayah Selatan Gunung Kelud, Blitar, Jawa Timur

  • Antonius Satrio Wicaksono Banyan Art & Heritage
  • J. Susetyo Edy Yuwono Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
Keywords: Hindu temple, Kelud volcano, Blitar, landscape archaeology, geographic information system, Candi Hindu, Gunung Kelud, arkeologi bentanglahan, sistem informasi geografis

Abstract

There are a large number of Hindu temples from the Kadiri, Singhasari and Majapahit periods in the southern region of Kelud Volcano. However, archaeological research in this region, especially in Blitar, has never addressed the overall configuration of the temples' locations and their relationship to the physical landscape. This research attempts to fill this gap by applying an archaeological landscape approach to investigate how elements of the southern Kelud landscape, such as landform, land cover, and hydrology, have affected the distribution of temple sites in the region. Data were collected through field surveys as well as literature and map studies. This research shows that in the 10th to 16th century the majority of the Hindu temples were built in the high potential area for human life with fertile lands and not far from water resources. Fewer temples were built in areas with mediocre potential, while the least potential areas were not prioritized for temple sites. The area occupied by most temples would have the prospect of supporting human living needs and also meet the general requirements for selecting temple sites.

===

Wilayah selatan Gunung Kelud mempunyai banyak candi Hindu dari zaman Kadiri, Singhasari, dan Majapahit. Namun demikian, selama ini penelitian arkeologi wilayah ini, terutama Blitar, masih belum membahas candi-candi secara menyeluruh sebagai himpunan, begitupun hubungannya dengan kondisi bentanglahan hampir tidak pernah dikaji. Penelitian ini menerapkan pendekatan arkeologi bentanglahan untuk meninjau bagaimana bentanglahan wilayah selatan Gunung Kelud, sebagaimana tercermin dari variabel bentuklahan, tutupan lahan, dan hidrologinya, memengaruhi persebaran candi di sana. Teknik pengumpulan data berupa survei lapangan, studi peta, dan studi pustaka. Pengolahan dan analisis data didukung oleh perangkat lunak sistem informasi geografis. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa masyarakat kuno di wilayah selatan Gunung Kelud pada umumnya menempatkan candi di wilayah berpotensi besar mendukung kehidupan manusia, sebaliknya mendirikan lebih sedikit candi di wilayah yang potensinya lebih kecil. Daerah yang potensinya sangat terbatas kurang diprioritaskan untuk pendirian candi. Potensi wilayah yang ditempati mayoritas candi mendukung kebutuhan hidup masyarakat dan memenuhi syarat umum pemilihan lahan kuil, yaitu lahannya subur dan dekat sumber daya air.

References

Acharya, P. K. (1933). Architecture of Mānasāra. London, New York, Bombay, Calcutta, Madras, China, Japan: Oxford University Press.

Adi, A. M. W. (2011). Distribusi Situs Klasik di Wilayah Barat Gunung Merbabu: Kajian Analisis Lokasional. Universitas Gadjah Mada.

Anwari, I. R. M. (2015). Sistem Perekonomian Kerajaan Majapahit. VERLEDEN: Jurnal Kesejarahan, 3(2), 104–115.

Ashmore, W., & Sharer, R. J. (2010). Discovering our Past: A Brief Introduction to Archaeology (5 ed.). New York: McGraw-Hill.

Badan Standardisasi Nasional. (2010). SNI 7645:2010 Klasifikasi Penutup Lahan. Jakarta.

Bakosurtanal. (2001). Peta Rupabumi Digital Indonesia 1: 25.000. Bogor.

Bappeda Kabupaten Blitar. (2017). Laporan Akhir Penyusunan R-RISPAM Kabupaten Blitar. Blitar.

Baud, B., Lachassagne, P., Jourde, H., De Montety, V., Fadillah, A., Dörfliger, N., … Rachmansyah, A. (2021). Preliminary conceptual model of the Arjuno Welirang hydrogeological system, and comparison with the Bromo Tengger: An illustration of the hydrogeological systems diversity in volcanic areas. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 851. https://doi.org/10.1088/1755-1315/851/1/012016

Bourdier, J.-L., Pratomo, I., Thouret, J.-C., Boudon, G., & Vincent, P. M. (1997). Observations, stratigraphy and eruptive processes of the 1990 eruption of Kelut volcano , Indonesia. Journal of Volcanology and Geothermal Research, 79, 181–203. https://doi.org/10.1016/S0377-0273(97)00031-0

BPCB Jawa Timur. (2017). Laporan Verifikasi Kabupaten Blitar 2017. Mojokerto.

Brandes, J. L. A. (1913). Oud-Javaansche Oorkonde. In Verhandelingen van Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten En Wetenschappen (Deel LX). Batavia: Albrecht & Co.

Cahyono, M. D. (2012). Vulkano-Historis Kelud: Dinamika Hubungan Manusia - Gunung Api. KALPATARU Majalah Arkeologi, 21(2), 85–102.

Christie, J. W. (2007). Water and rice in early Java and Bali. In P. Boomgaard (Ed.), A World of Water: Rain, Rivers and Seas in Southeast Asian Histories (hal. 235–258). Leiden: KITLV Press.

Degroot, V. M. Y. (2009). Candi Space and Landscape: A Study on the Distribution, Orientation and Spatial Organization of Central Javanese Temple Remains. Leiden University.

Djafar, H. (1978). Girīndrawarddhana: Beberapa Masalah Majapahit Akhir. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Dwiyanto, D. (1994). Studi Permukiman Kuna di Indonesia Melalui Pendekatan Multidisiplin. Berkala Arkeologi, 14(1), 28–35. https://doi.org/10.30883/jba.v14i1.627

Farina, A. (2006). Principles and methods in landscape ecology: Toward a Science of Landscape (2 ed.). Dordrecht: Springer.

Hidayah, N., Suryasari, N., & Antariksa, A. (2016). Proporsi Bentuk Candi Angka Tahun Dan Candi Sawentar Di Blitar Jawa Timur. Jurnal Mahasiswa Departemen Arsitektur, 4(4).

Ikqra. (2013). Analisis Bentuk Lahan (Landform) untuk Penilaian Bahaya dan Risiko Longsor di Pulau Ternate Provinsi Maluku Utara. Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, 4(2), 99–110.

Kodoatie, R. J. (2012). Tata Ruang Air Tanah. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Kramrisch, S. (1946). The Hindu Temple Vol. I. Calcutta: University of Calcutta.

Leopold, L. B., Wolman, M. G., & Miller, J. P. (1992). Fluvial Processes in Geomorphology. New York: Dover Publications.

Lutfi, I. (1991). Telaah Prasasti Palah dalam Hubungannya dengan Candi Panataran. Universitas Gadjah Mada.

Meer, N. C. van S. van der. (1979). Sawah Cultivation in Ancient Java. Canberra: Australian National University Press.

Mubyarto et al. (1992). Tanah dan Tenaga Kerja Perkebunan: Kajian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media.

Munandar, A. A. (2016). Arkeologi Pawitra. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Mundardjito. (1993). Pertimbangan Ekologi Dalam Penempatan Situs Masa Hindu-Buda di Daerah Yogyakarta: Kajian Arkeologi-Ruang Skala Makro. Universitas Indonesia.

Prakosajaya, A. A., Sianipar, H. M. T., & Pratama, R. H. (2021). The implementation of Manasara-Silpasastra as a factor in the selection of the position of Petirtaan Derekan in the Complex of Ngempon Temple, Semarang, Central Java. WALENNAE: Jurnal Arkeologi Sulawesi Selatan dan Tenggara, 19(1), 47–58.

Prasetyo, B. H., & Setyorini, D. (2008). Karakteristik Tanah Sawah Dari Endapan Aluvial Dan Pengelolaannya. Jurnal Sumberdaya Lahan, 2(1), 1–14.

Prayoga, R. Y. (2016). Pola Sebaran Temuan Arkeologis Masa Klasik di Lereng Timur Gunung Merapi dan Faktor yang Mempengaruhinya. Universitas Gadjah Mada.

Priatna, Kartadinata, M. N., Kristianto, & Firmansyah, M. N. (2020). Album Gunung Api Indonesia (H. Gunawan, N. Haerani, D. K. Syahbana, & A. Kurnia, Ed.). Bandung: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Kementerian ESDM.

Santiko, H. (2012). Candi Panataran: Candi Kerajaan Masa Majapahit. KALPATARU Majalah Arkeologi, 21(1), 20–29.

Santosa, S., & Atmawinata, S. (1992). Peta Geologi Lembar Kediri, Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Sedyawati, E., Santiko, H., Djafar, H., Maulana, R., Ramelan, W. D. S., & Ashari, C. (2013). Candi Indonesia: Seri Jawa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sjarifudin, M. Z., & Hamidi, S. (1992). Peta Geologi Lembar Blitar, Jawa. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Suprapta, B. (2015). Makna Gubahan Ruang Situs-situs Hindu-Buddha Masa Siŋhasari Abad XII-XIII Masehi di Saujana Dataran Tinggi Malang dan Sekitarnya. Universitas Gadjah Mada.

Thornbury, W. D. (1954). Principles of Geomorphology. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Tjahjono, B. D. (1999). Paregreg Dalam Sebuah Monumen. Berkala Arkeologi, 19(2), 68–76. https://doi.org/10.30883/jba.v19i2.823

Tjahjono, B. D. (2008). Balitung Putra Daerah Yang Sukses Menjadi Raja Mataram Kuna. Berkala Arkeologi, Vol. 28, hal. 33–45. https://doi.org/10.30883/jba.v28i1.353

Verstappen, H. T., & Zuidam, R. A. van. (1975). ITC Textbook of Photo-Interpretation Vol. 7, Chapter 2: ITC System of Geomorphological Survey (3 ed.). Enschede: ITC.

Viessman, W., Lewis, G. L., & Knapp, J. W. (1989). Introduction to Hydrology (3 ed.). New York: Harper & Row

Vink, A. P. A. (1983). Landscape Ecology and Land Use (D. A. Davidson, Ed.). London & New York: Longman.

Wirasanti, N. (2015). Lingkungan Candi Abad IX-X Masehi Masa Mataram Kuna di Poros Kedu Selatan-Prambanan. Universitas Gadjah Mada.

Yusuf, M. S. (2020). Blitar Tanah Suci Tiga Kerajaan. Desawarnana – Warta Kepurbakalaan Jawa Timur, 20(11), 43–51.

Yusuf, M. S. (2021). Arca-arca dan Candi Sumbernanas di Blitar sebagai Karya Seni Masa Kadiri. Tumotowa, 4(2), 107–120.

Yusuf, M. S., Srijaya, I. W., & Titasari, C. P. (2021). Aktivitas Religi di Situs Candi Pertapan Kabupaten Blitar, Jawa Timur pada Masa Kadiri Hingga Majapahit. 24(2), 121–134.

Yuwono, J. S. E. (2007). Kontribusi Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Berbagai Skala Kajian Arkeologi Lansekap. Berkala Arkeologi, 27(2), 81–102. https://doi.org/10.30883/jba.v27i2.954

Zuidam, R. A. van. (1985). Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphological Mapping. The Hague: Smits Publisher.

Published
2024-06-03
How to Cite
Wicaksono, A. S., & Yuwono, J. S. E. (2024). Pengaruh Variabel Bentanglahan terhadap Persebaran Candi Hindu di Wilayah Selatan Gunung Kelud, Blitar, Jawa Timur. JANUS, 2(1), 1-26. https://doi.org/10.22146/janus.12247
Section
Articles