KISAH PENJARA ETIS DAN FILOSOFIS: ANALISIS LINTAS BUDAYA ATAS TEMBOK TIDAK TINGGI KARYA A. SAMAD ISMAIL DAN MEREKA YANG DILUMPUHKAN KARYA PRAMOEDYA ANANTATUR
Faruk HT(1*)
(1) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Dalam masyarakat pascamodern seperti sekarang paradigma dalam kajian Sastra bandingan perlu diubah, dari usaha untuk menemukan keseragaman ke keanekaragaman. Tulisan ini mencoba melihat perbedaan antara Melayu dengan Indonesia dengan membandingkan novel Pramoedya Anantatur dengan Samad Ismail. Hasilnya, kedua novel tersebut memperlihatkan perbedaan yang tajam dalam usaha memahami dan memaknai kehidupan. Pramoedya memandang penjara secara filosifis, sedangkan Samad Ismail melihatnya secara etis. In a post-modern culture and society, literary comparative studies need to offer a new paradigm. In addition to finding similarities between national literatures, they also need to consider their differences. This paper attempt to investigate some possible differences between Pramoedya Anantatur’s novel entitled Mereka yang Dilumpuhkan and that of Samad Ismail entitled Tembok Tidak Tinggi. The results show that both novels have different perspectives in describing and signifying ‘prison’. The former novel deals with it from a philosophical perspective while the latter from an ethical one.
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.22146/jh.939
Article Metrics
Abstract views : 1468 | views : 2500Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2012 Faruk HT
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.