Kebaya dan Wacana Pelestarian

  • Suzie Handajani Staf Pengajar Departemen Antropologi, Universitas Gadjah Mada
Keywords: perempuan, Indonesia, kebaya, WBTB, gerakan

Abstract

Artikel ini adalah tentang gerakan berkebaya untuk mensukseskan pengajuan busana kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ke UNESCO. Yang dijadikan obyek untuk menganalisa fenomena ini adalah laman tradisikebaya.id yang berisi beragam tautan media dan informasi tentang kampanye berkebaya. Konten tradisikebaya.id ini bisa dilihat sebagai kumpulan dari representasi gerakan ini. Laman ini bisa dilihat sebagai pintu masuk untuk memproblematisir kampanye Kebaya Goes to UNESCO.  Isi dari laman ini dianalisa secara indikatif dan bukan secara komprehensif. Tujuannya adalah untuk melihat pola-pola representasi yang muncul dengan memakai pendekatan semiotika Stuart Hall dan Roland Barthes. Argumentasi yang diajukan di artikel ini adalah bahwa gerakan berkebaya ternyata mempunyai wacana dan ideologi yang paralel dengan sejarah pembentukan identitas kebangsaan Indonesia. Paralel yang pertama adalah bahwa identitas Indonesia itu bersifat Jawa sentris demikian pula gerakan berkebaya ini. Gerakan ini adalah sekelompok perempuan yang berpusat di pulau Jawa yang berbicara atas nama seluruh perempuan Indonesia. Paralel yang kedua adalah perempuan dipakai sebagai simbol  identitas yang bersifat kultural. Perempuan adalah lambang kebangsaan sementara laki-laki adalah lambang kenegaraan. Namun walaupun memakai  perempuan sebagai simbol kebudayaan, jenis perempuan yang direpresentasikan ternyata berbeda dengan yang dikonstruksi di masa lalu terutama di jaman Suharto. Perempuan yang dikonstruksi dalam gerakan berkebaya ini adalah perempuan bergaya hidup urban, kelas menengah dari status mereka sendiri (tidak digambarkan sebagai pendamping suami), dan sebagian besar bekerja.  

 

Published
2023-12-29
How to Cite
Suzie Handajani. (2023). Kebaya dan Wacana Pelestarian. Lembaran Antropologi, 2(2), 136-152. https://doi.org/10.22146/la.12421
Section
Articles