Pengantar

https://doi.org/10.22146/jf.38471

Redaksi Jurnal Filsafat(1*)

(1) Universitas Gadjah Mada
(*) Corresponding Author

Abstract


Alhamdulillah, adalah satu-satunya kata yang tepat untuk menggambarkan suasana batin dan rasa bersyukur tim redaksi Jurnal Filsafat kepada Allah SWT, karena apa yang sudah lama diperjuangkan dan dicita-citakan, dua dekade lebih sejak1990, akhirnya terwujud dengan terbitnya Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengembangan Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor: 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018, Tentang Hasil Akreditasi Jurnal Ilmiah Periode I Tahun 2018, yang menetapkan Jurnal Filsafat Universitas Gadjah Mada sebagai Jurnal Ilmiah Terakreditasi Peringkat 2, berlaku 5 tahun sejak Volume 26 Nomor 1 Tahun 2016 sampai Volume 30 Nomor 2 Tahun 2020.  Dengan terbitnya SK Akreditasi Jurnal Ilmiah ini, terbayar sudah kerja keras dan sinergitas energi intelektualitas dan spiritualitas yang terbangun dan terangkai, baik antara sesama tim redaksi secara internal, maupun secara eksternal antara tim redaksi dengan berbagai pihak, seperti: penulis, reviewer, pembaca, dan, tentu saja, dukungan pimpinan staf pendidik dan kependidikan Fakultas Filsafat UGM, yang

memiliki kontribusi besar dalam memperlancar proses terwujudnya harapan institusional dan kolektif sivitas akademika Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Sebagai Editor in Chief, saya mengucapkan terimakasih tak terhingga atas berbagai kontribusi tersebut dengan diiringi doa dan harapan semoga menjadi untaian benang emas dalam jalinan kisah hidup di dunia dan berbuah pahala amal saleh dalam kehidupan hakiki di akhirat kelak, Amin Ya Robbal ‘ alamin.

Jurnal Filsafat Volume  28   Nomor 2  Agustus 2018 ini menyajikan enam artikel yang beragam. Penulis artikel pertama, Rachmad Hidayat, mendiskusikan persoalan maskulinisme dalam pengetahuan dan aktivitas ilmiah serta menelusuri strategi epistemologis alternatif dalam rangka mencapai model pengetahuan yang membebaskan dan tanpa dominasi. Hasil kajian Hidayat menyimpulkan, teori pengetahuan feminis berlandaskan pada keyakinan bahwa penyelidikan rasional adalah praktik sosial di mana gender sebagai norma dan referensi kultural dan politik memberikan pengaruh mendalam terhadap proses mengetahui dan hasil-hasilnya. Teori pengetahuan yang membebaskan mensyaratkan pengakuan terhadap berbagai metode dan model pengetahuan yang sesuai dengan situasi spesifik subjek yang mengetahui. Dengan pemahaman epistemologi tersebut, pemikir feminis memformulasikan berbagai strategi mengetahui untuk mereduksi muatan maskulinisme dalam praktik pengetahuan dan ilmu yang mapan.

Penulis kedua, Prima Amri dan Septiana Dwiputri Maharani, membahas kearifan lokal dalam tradisi ziarah kubro masyarakat Kota Palembang, yang dianalisis dengan menggunakan perspektif hierarki nilai Max Scheler. Menurut keduanya, tradisi ziarah kubro ini mengandung nilai-nilai yang sangat penting di dalam kehidupan bersama sekaligus memiliki kedudukan paling tinggi dalam hierarki nilai Scheler.

Pada artikel ketiga, Reza A.A Wattimena, mengkritik pedagogi tradisional di dalam pendidikan dengan menggunakan konsep pedagogi kritis yang dirumuskan oleh Henry Giroux. Menurut Wattimena, pedagogi kritis berupaya mempertanyakan dan mengungkap hubungan-hubungan kekuasaan di dalam masyarakat yang menciptakan penindasan dan ketidakadilan sosial, serta menyediakan wawasan yang luas sekaligus kepekaan moral untuk mendorong orang terlibat di dalam perubahan sosial, guna menciptakan masyarakat yang lebih bebas dan adil. Pedagogi kritis juga mempertanyakan pola pikir neoliberalisme yang kini merasuki berbagai bidang kehidupan manusia. Tulisan Wattimena ini juga melihat kemungkinan diterapkannya konsep pedagogi kritis dari Henry Giroux untuk konteks Indonesia.

Retno Daru Dewi G.S. Putri, penulis keempat, mengkaji konsep persepsi yang menubuh Merleau-Ponty untuk menekankan pentingnya tubuh perempuan yang bebas di dalam memahami fenomena yang terjadi di dunia. Selain itu, kesadaran akan ambiguitas yang disampaikan oleh Beauvoir dapat dipadukan dengan pemikiran Merleau-Ponty agar perempuan memahami banyaknya pilihan yang bisa ditentukan secara mandiri. Dengan penerapan pemikiran Merleau-Ponty dan Beauvoir, proses menjadi perempuan atau becoming a woman, menurut G.S. Putri, dapat dilalui secara mandiri dan menjadi solusi yang dihadirkan oleh filsafat untuk isu feminisme.

Pada artikel kelima,  Rusli Ahmad Junaedi, mengkaji model pendidikan kepramukaan Indonesia dengan sudut pandang filsafat pendidikan Paulo Freire. Hasil kajian Junaedi menyimpulkan bahwa pendidikan kepramukaan merupakan proses belajar mandiri yang progresif bagi kaum muda untuk mengembangkan diri pribadi seutuhnya. Oleh sebab itu, jika menggunakan konsep filsafat pendidikan Paulo Freire, maka hakikat model pendidikan kepramukaan Indonesia semestinya menerapkan sistem pendidikan yang bersifat dialogis dengan hubungan intersubjektivitas.

Yuventia Prisca Kalumban,  penulis keenam, memilih untuk membahas kritik pragmatisme Richard Rorty terhadap epistemologi Barat modern. Dalam kajiannya, Kalumban menyimpulkan bahwa fungsi filsafat dalam pragmatisme Rorty sejatinya adalah sarana mencapai tujuan hidup manusia. Pragmatisme Rorty mengafirmasi keberagaman nilai dan kepentingan manusia sebagai subjek konkret. Akhirnya, selamat membaca dan menikmati artikel-artikel tersebut.

Full Text:

PDF



DOI: https://doi.org/10.22146/jf.38471

Article Metrics

Abstract views : 7450 | views : 15422

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Copyright (c) 2018 Jurnal Filsafat

Jurnal Filsafat Indexed by:

Google ScholarSinta (Science and Technology Index)


Jurnal Filsafat ISSN 0853-1870 (print), ISSN 2528-6811 (online)