REALISME DALAM JAGAT TEATER

https://doi.org/10.22146/jh.661

Bakdi Soemanto(1*)

(1) 
(*) Corresponding Author

Abstract


Pada suatu senja tanggal 1 Maret 1923, di rumah Ang Jan-Goan di kawasan Jatinegara Jakarta tempo doeloe, berkumpul beberapa pemuda terpelajar . Kebanyakan mereka adalah pelajar AMS bagian A (Sastra Barat) dan B . Di samping itu, juga ada di antara mereka "mahasiswa" Sekolah Dokter Jawa . Jan-Goan menunjukkan kepada mereka hasil kerjanya yang terbaru, sebuah manuskrip terjemahan lakon dalam bahasa Melajoe Renda yang berjudul Moesoenja Orang Banjak' . Lakon ini adalah karangan seorang dramawan Norwegia, Henrik Ibsen (1828-1906) namanya, yang judul aslinya tidak pernah dikenal di Indonesia, En Folkefiende yang diselesaikan pads tahun 1882 . Diduga Jan-Goan tidak menerjemahkan lakon itu dan bahasa aslinya, tetapi lewat versi bahasa Belanda Een Volksvijand atau versi bahasa Inggris, An Enemy of the People . Sebagaimana pendahulunya, Kweek Tek-Hoay pada tahun 1919 yang menerjemahkan karya Philp Oppenheim dan Lauw Giok-Lan pads tahun 1909 menerjemahkan sejumlah lakon yang sexing dimainkan oleh rombongan toneel Belanda, Jan-Goan melanjutkan tradisi baru itu. Jakob Sumardjo2 mencatat bahwa apa yang dikerjakan oleh orang-orang Cina peranakan terpelajar itu tidak ada hubungannya dengan kegiatan teater komersial, misalnya rombongan Miss Riboet's Orion, Dardanella, dan sebagainya . Mungkin perlu ditegaskan bahwa kegiatan kaum terpelajar ini dapat dikatakan sebagai suatu counter culture terhadap mereka . Diduga kegiatan kaum 34 terpelajar ini memang tidak untuk mereka, bahkan tidak akan pemah untuk mereka, sebab kegiatan kaum terpelajar itu merupakan suatu antitesis terhadap kegiatan yang dilakukan oleh Orion, Dardanella, Bangsawan, Komedie Stamboel, dan sebagainya. Walaupun anggota kelompok sandiwara komersial itu tidak dapat dikatakan berbuta huruf, mereka hidup dan menjaga hidup terns dalam jagat pikir kebudayaan oral dan bukan kebudayaan tulis . Oleh karena itu, cara mereka bermain iebih loose dan bebas dan segala patokan main tidak seperti yang tampak pada teater Ibsen, George Bernard Shaw (1856-1950), George Jan Nathan (1882-1952), Konstantin Stanislavsky (1865- 1938), dan lain-lain, juga teknik staging yang dituntut oleh lakon yang diterjemahkan oleh Jan-Goan, Moesoenja Orang Banjak. Di Indonesia, Henrik Ibsen dikenal melalui lakon-lakon yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan versi bahasa Belanda atau Inggris, misalnya Gengangere (1881) yang dalam bahasa Inggris disebut Ghosts dan Vildanden (1884), yang sexing dikenal sebagai The Wild Duck. Pada tahun 1970-an, Vildanden sangat populer di kalangan para pecinta sandiwara radio berbahasa Jawa dengan judul Bekisar yang disiarkan setiap Minggu malam sesudah Warta Berita pukul 22.00 WIB . Sandiwara auditif IN tampil secara serial di RRI Nusantara Ii, Yogyakarta, dengan sutradara almarhum Sumardjono, dan dibintangi oleh tokoh-tokoh drama radio terkemuka, antara lain Mohamad Habib Bari dan Hastin Atas Asih

Full Text:

PDF



DOI: https://doi.org/10.22146/jh.661

Article Metrics

Abstract views : 2548 | views : 7464

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Copyright (c) 2012 Bakdi Soemanto

Creative Commons License
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.