MISTIFIKASI DAN PENGAGUNGAN KEKUASAAN DALAM BABAD DAN HIKAYAT: KONTINUITASNYA DALAM SISTEM KEKUASAAN INDONESIA MODERN
. Sudibyo(1*)
(1) 
(*) Corresponding Author
Abstract
Hubungan tripartit antara derajat, harta, dan kehendak untuk dikeramatkan merupakan tiga hal yang integral dalam wacana kekuasaan . Derajat, kedudukan, atau status merupakan wujud nil kekuasaan. Harta adalah sarana untuk menegakkan dan memperluas kekuasaan, sedangkan kehendak untuk dikeramatkan adalah suatu cara untuk melanggengkan kekuasaan dengan menempatkannya di tempat yang tidak mudah dijangkau dan diselubungi oleh tabir misted . Meskipun demikian, kekuasaan tidak lantas dianggap abstrak. Kekuasaan itu ada, terlepas dari orang yang mungkin mempergunakannya . Kekuasaan bukan suatu anggapan teoretis melainkan suatu realitas yang benar-benar ada . Kekuasaan adalah daya bersifat ketuhanan yang menghidupkan seluruh alam semesta (lihat Anderson, 1986 : 51) . Karena ditempatkan dalam posisi seperti itu, kekuasaan cenderung menjadi tak terbagi dan absolut . Terjadilah kemudian Humaniora Volume X11. No . 2/2000 apa yang disebut pengagungan kekuasaan disertai dengan legitimasi geanologis yang biasanya menyatakan bahwa sang penguasa adalah sosok yang paling tepat sebagai pemegang kekuasaan karena is trahing kusuma, rembesing madu, wijiling naratapa, tedaking andana warih (keturunan bangsawan tinggi dan pertapa). Sehubungan dengan itu, is tidak dapat dipertanyakan dan ucapannya mempunyai kekuatan mengikat dan menekan secara moral dan etis karena sabda pandita pangandikaning ratu sepisan tan kena wola wali (sabda pendeta, ucapan raja, tak akan ditarik lagi) sehingga barang siapa mencoba menentangnya akan dihancurkan dan ditiadakan dengan kekerasan . Dalam historiografi tradisional Indonesia, fenomena kekuasaan seperti itu telah lama menjadi kanon penulisan sejarah suatu dinasti . Hal ini dapat dilihat dalam Nagara Krtagama, Pararaton, Babad Tanah Jawi, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Me/ayu, Hikayat Hang Tuah, dsb . Nagara Krtagama (Robson, 1995) melukiskan keagungan imperium Majapahit beserta daerah-daerah vasalnya dan sanjungan terhadap Sri Rajasanagara beserta leluhurnya. Pararaton (Brandes, 1920) memberi legitimasi mitis kepada Ken Arok sebagai inkarnasi Siva yang tidak dapat ditentang kehendaknya dan raja-raja besar Singasari,
Full Text:
PDFDOI: https://doi.org/10.22146/jh.690
Article Metrics
Abstract views : 2843 | views : 6946Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2012 . Sudibyo
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.