
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.
ARNAWA publishes articles under the terms of the Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License, with the copyright held by the journal. It means that authors who publish their work in this journal agree to follow the journal's copyright policy.
Kyai Hardawalika: Mistisisme Jawa Mataram dan Kemelut Suksesi Takhta Sultan Hamengku Buwana VII (1877-1921)
Corresponding Author(s) : Moh. Taufiqul Hakim
Arnawa,
Vol 2 No 1 (2024): Edisi 1
Abstract
This research examined the manuscript of Pranatan Yogyakarta Hadiningrat recording the coronation ceremony of Pangeran Juminah as crown prince on 11 November 1895. The event took place during the era of Sultan Hamengku Buwana VII (reigned 1877-1921), which was full of political pressure from the Dutch and political intrigues of court relatives who wanted to take over the Sultan's throne. The manuscript is written in Javanese script. The manuscript in macapat is the collection of a Dutch scholar and missionary Ir. J.L. Moens (1887-1954) which is now stored at the National Library of Indonesia with the number KBG 921. This research highlighted the absence of the Kangjeng Kyai Hardawalika heirloom in the coronation procession. In fact, in the tradition of the Islamic Mataram kingdom, it is a mystical allegory of the power that sustained the reign of the ruling king. Through philological reading, it was found that the absence of Kyai Hardawalika was a mystical-symbolic acknowledgement by a king who obeys and upholds tradition, namely Sultan Hamengku Buwana VII, of the current socio-political conditions. The absence of Kyai Hardawalika showed that the reigning king at that time no longer had the power to support the government. This is because the Sultanate of Yogyakarta was founded on colonial political contracts that were detrimental to the kingdom and the Javanese people in general.
===
Penelitian ini mengkaji naskah Pranatan Yogyakarta Hadiningrat yang mencatat prosesi upacara penobatan Pangeran Juminah sebagai putra mahkota pada 11 November 1895. Peristiwa tersebut terjadi di era Sultan Hamengku Buwana VII (bertakhta 1877-1921), yang penuh dengan tekanan politik dari Belanda dan intrik politik kerabat istana yang ingin mengambil alih takhta Sultan. Naskah ini ditulis dengan aksara dan berbahasa Jawa. Naskah bermetrum macapat ini merupakan koleksi seorang cendekiawan dan misionaris Belanda Ir. J.L. Moens (1887-1954) yang kini tersimpan di Perpustakaan Nasional RI dengan nomor KBG 921. Penelitian ini menyoroti absesnnya pusaka Kangjeng Kyai Hardawalika dalam prosesi penobatan. Padahal, dalam tradisi kerajaan Mataram Islam, ia merupakan alegori mistis dari kekuatan yang menopang pemerintahan raja yang berkuasa. Melalui pembacan filologis, ditemukan bahwa absennya Kyai Hardawalika merupakan sebuah pengakuan secara mistik-simbolis oleh seorang raja yang taat dan teguh memegang tradisi, yakni Sultan Hamengku Buwana VII terhadap kondisi sosial-politik yang sedang terjadi. Absennya Kyai Hardawalika menunjukkan bahwa raja yang bertakhta saat itu sudah tidak mempunyai kekuatan sebagai penopang jalannya pemerintahan. Pasalnya, Kesultanan Yogyakarta berdiri di atas kontrak-kontrak politik kolonial yang merugikan kerajaan dan orang Jawa pada umumnya.
Keywords
Download Citation
Endnote/Zotero/Mendeley (RIS)BibTeX
- Anonim. (1993). Album Pakaian Tradisional Yogyakarta. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Proyek Pengembangan Media Kebudayaan.
- Apriyadi, C. S. A., & Buduroh, M. (2022, Maret). Tradisi Penyambutan dan Penghormatan Tamu di Keraton Yogyakarta sebagai Bentuk Pola Relasi pada Masa Pemerintahan Hamengku Buwana VII dalam Naskah Koepija Djendralan [Paper presentasi] dalam Revianto Budi Santoso (Ed.), Proceeding International Simposium of Javanese Studies, 54–69.
- Carus, P. (1908). Mysticism. The Monist, 18(1), 75–110. https://doi.org/10.5840/monist190818134
- Filet, P. W. (1895). De Verhouding der vorsten op Java tot de Ned. Indische Regeering. Gravenhage: Martinus Nijhoff.
- Harjono, S. (2012). Kronik Suksesi Keraton Jawa 1755–1989. Yogyakarta: Research Centre for Politics and Government Jurusan Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada.
- Hatmadji, T., dkk. (2014). Mosaic of Cultural Heritage Yogyakarta. Yogyakarta: Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta.
- Hatta, M. (2006). Alam Pemikiran Yunani. Jakarta: UI-Press.
- Houben, V. J. (1994). Kraton and Kompeni. Leiden: KITLV Press.
- Kiers, J. (1983). Bevelen des konings; De verhouding van koning, minister en landvoogd historisch verklaard [Ph.D Thesis, University of Utrecht]. Utrecht: Oosthoek. https://objects.library.uu.nl/reader/index.php?obj=1874-324077&metadata=1&lan=en
- Masroer. (2004). The History of Java: Sejarah Perjumpaan Agama-Agama di Jawa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Jogjakarta.
- Merkur, D. (2023). Mysticism. Britanica. https://www-britannica-com.translate.goog/topic/mysticism
- Moens, I. J. L., & Pigeaud, T. G. Th. (1931). Verslag overde aankoopen van Javaansche Handschriften. Tijdschrift voor Indische Taal, Land-En Volkenkunde, Deel LXXI, 315–348. Batavia: Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten En Wetenschappen.
- Mulia, M. P. (2022). Modernisasi Birokrasi Keraton Yogyakarta: Kebijakan Sekolah Gubernemen Masa Sultan Hemengku Buwana VII (1890–1921) [Tugas Akhir, Universitas Indonesia]. https://lib.ui.ac.id/detail?id=20529111&lokasi=lokal
- Noegraha, N. (1998). Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Tim Behrend, Ed.). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
- Nurhajarini, D. R., dkk. (2017). Meneguhkan Identitas Budaya: Sejarah Pendidikan di Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
- Poerwadarminta, W. J. S. (1939). Baoesastra Djawa. Batavia: J. B. Wolters’ Uitgevers-Maatschappij N. V. Groningen.
- Pollock, S. (2014a). Philology in Three Dimensions. Macmillan Publishers Ltd., 398–413.
- Pollock, S. (2014b). What Was Philology in Sanskrit? In S. Pollock (Ed.), World Philology (pp. 114–136). Cambridge: Harvard University Press.
- Pollock, S. (2015). Liberating Philology. Verge: Studies in Global Asias, 1(1), 16–21. https://doi.org/10.5749/vergstudglobasia.1.1.0016
- Pramutomo, R. M. (2020). Royal Attire, Ceremonialism, and Performing Arts in the Kraton of Yogyakarta. International Journal of Culture and History, 7(1), 16–29. https://doi.org/10.5296/ijch.v7i1.16557
- Rahmawati, S. (2019, 5–6 Maret). The Collectie: Dialektika Produksi Naskah dan Budaya Rural Yogyakarta Awal Abad ke-20. [Paper Presentasi]. International Symposium on Javanese Studies and Manuscripts of Keraton Yogyakarta, Kraton Yogyakarta. https://www.researchgate.net/publication/332977364
- Ricklefs, M. C. (2013). Mengislamkan Jawa: Sejarah Islamisasi di Jawa dan Penentangnya dari 1930 sampai Sekarang (FX. Dono Sunardi & Satrio Wahono, Trans.). Jakarta: Serambi.
- Sesana, R. (2010). Intrik Politik dan Pergantian Tahta di Kesultanan Yogyakarta 1877–1921 [Master’s Tesis, Universitas Indonesia]. https://lib.ui.ac.id/detail.jsp?id=131481
- Setiyanto, E. (2010). Pendeskripsian Benda dalam Bahasa Jawa: Pendekatan Struktur Kewacanaan. Yogyakarta: Penerbit Balai Bahasa Yogyakarta.
- Siregar, J. S. (2002). Upacara Adat Perkawinan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat: Perkembangan dari Upacara Ritual Kenegaraan ke Upacara Populer [Master Tesis, Universitas Indonesia]. https://lib.ui.ac.id/m/detail.jsp?id=73627&lokasi=lokal
- Simuh. (1995). Sufisme Jawa: Transformasi Tasawuf Islam Ke Mistik Jawa. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.
- Soetarso, K. S. (1967). Pedhalangan Jangkep Lampahan Purbaningrat (Tjetakan ka II). Sala: Keluarga Soebarno.
- Supadma. (2011). Langendriya dan Serat Damarwulan: Suatu Kajian Pendekatan Intertekstual. MUDRA, 26(1), 25–35. https://doi.org/10.31091/mudra.v26i1.1586
- Surjomihardjo, A. (2008). Kota Yogyakarta Tempo Doele: Sejarah Sosial 1880–1930. Jakarta: Komunitas Bambu.
- Suyanto, I. (2005). Faham Kekuasaan Jawa: Pandangan Elit Kraton Surakarta dan Yogyakarta. Antropologi Indonesia, 29(2), 207–218.
- Suwondo, B., dkk. (1977). Adat Istiadat Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976/1977.
- Tjokrosiswojo. (1956). Sekedar Gambaran Mengenai Pengadilan di Jogjakarta. Kota Jogjakarta 200 Tahun, 54–107. Yogyakarta: Panitya-Peringatan Kota Jogjakarta 200 Tahun.
- Widyatamanta, S. (1996). Suara Ilahi dalam Budaya dan Agama Jawa Penuntun III.
- Zoetmulder, P. J. (1983). Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Djambatan.