Cemaran Aflatoksin pada Produksi Jagung di Daerah Jawa Timur
https://doi.org/10.22146/agritech.13502
Endang Sri Rahayu
(1*), Sri Raharjo
(2), Agustina A. Rahmanianna
(3)
(1) Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universtas Gadjah Mada, Yogyakarta
(2) Jurusan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universtas Gadjah Mada, Yogyakarta
(3) Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian (Balitkabi) Malang
(*) Corresponding Author
Abstract
Penelitian ini ditujuan untuk mengindentifikasi tingkat cemaran aflatoksin pada produksi jagung di Propinsi Jawa Timur =la, dart lingkat petani, pengecer maupun pedagang sena mendapatkan data tentang praktek pasca-panen melalui kuesioner maul, 1111 peninjauan lapangan. Pemantauan dilakukan di 4 (empat) kabupaten penghasil jagung terbesar di Propinsi Jawa Thrum yaitu Malang, Tuban, Kediri dan Senep. Uji infeksi jamur menunjukkan bahwa hampir 100% biji yang diambil balk dart petani. pengumpul maupun pedagang di empat kabupaten terinfeksi oleh jaunt)• bermiselia putih dan hitam (tidak dilakukan identifikasi lanjut), Aspergillus dan Penicillium. Kadar air jagung yang diuji berkisar antara 12.60% - 20.84%. Hal ini merupakan indikator bahwa proses pasca panen belum berlangsung dengan baik. Data uji infeksi jamur aflatoksigenik menggunakan media AFPA menunjukkan bahwa sampel dengan cemaran aflatoksin tinggi (>100 ppb), rata-rata terinfeksi dengan jamur aflatoksigenik >50 %. Hasil uji aflatoksin menunjukkan bahwa dart 115 sampel yang diambil dart petani, pengumpul dan pedagang. 27 sampel (23%) tidak terdeteksi aflatoksin, sedang 48 sampel (42%) dengan cemaran aflatoksin < 20 ppb, 26 sampel (23%) dengan cemaran 20 - 100 ppb, dan 14 sampel (12%) dengan cemaran > 100 ppb. Dart hash uji diperoleh bahwa 6 sampel memiliki cemaran aflatoksin > 300 ppb, dengan cemaran tertinggi adalah sekitar 350 ppb. Secara urnum dapat disimpulkan bahwa praktek produksi jagung yang kurang balk dapat memberi peluang terhadap tingginya cemaran aflatoksin. Rekomendasi cara bercocok tanam yang tepat, pengeringan hingga kadar air 13% yang tidak boleti ditunda, penyimpanan pada ruang yang. kering dan bersih perlu disampaikan untuk petani, pengecer dan pedagang, maupun penterintah. Demikian pula insentif bagi petani, pengumpul dan pedagang yang mampu mempertahankan kebersihan bpi dart infeksi jamur Aspergillus flavus dan cemaran aflatoksin perlu ditingkatkan.
DOI:
https://doi.org/10.22146/agritech.13502
Article Metrics
Abstract views : 4510
|
views : 4547
Refbacks
- There are currently no refbacks.
Copyright (c) 2017 Endang Sri Rahayu, Sri Raharjo, Agustina A. Rahmanianna
This work is licensed under a
Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
agriTECH has been Indexed by:
agriTECH (print ISSN 0216-0455; online ISSN 2527-3825) is published by Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada in colaboration with Indonesian Association of Food Technologies.
View My Stats